Secercah Kisah dari Makkah

Ibadah

Idealnya adalah memprioritaskan umrah dan ibadah. Karena itu saya berusaha untuk memprioritaskannya, apalagi hanya tinggal di Makkah 3-4 hari saja, usahakan prioritas ibadah, sisanya urutan berikutnya.

Dari sisi umrah sudah saya lakukan 2x, sedangkan ibadah mahdhah lainnya saya fokuskan untuk shalat wajib berjama’ah di dekat Ka’bah, thawaf bebas, shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, i’tikaf, dan berdoa. Sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi tapi saat itu saya hanya melakukan ibadah mahdhah sebatas itu saja, dan dengan jujur saya akui saya masih kalah dibandingkan orangtua saya, mereka berdua lebih banyak kuantitasnya dan lebih baik kualitasnya insya Allah.

Menjelajahi Masjidil Haram

Pada tanggal 13 November 2019, setelah melaksanakan shalat Zhuhur, berdoa depan Ka’bah, thawaf, dll sambil menunggu adzan berikutnya saya memutuskan untuk menjelajahi komplek Masjidil Haram ini sedapatnya. Jelajah santai sambil memotret berbagai hal menarik yang saya temui, dan tentu saja Ka’bah mendapat prioritas utama. Saya mengelilingi masjdil Haram dan menaiki semua lantainya, namun mungkin ada bagian yang terlewatkan. Ada banyak dan video yang saya dapat dari penjelajahan ini, mayoritas menggunakan action camera Firefly HawkEye 8S, dan ada juga yang menggunakan camera smartphone.

Ka’bah

Makkah City Tour

Perjalanan kami ini menarik dan menyenangkan, faktor pertama rombongan umrah hanya berjumlah 6. Empat orang adalah keluarga saya, 1 ustadz pembimbing bernama ustadz Agus, dan 1 orang lain yang sebut saja sebagai ajudan ustadz (karena sekamar dengan ustadz dan sering menempel pada beliau). Jadi perjalanan kami ini enak banget serasa private trip, dan transportasi selalu menggunakan mobil GMC yang keren (sejak menjemput dari bandara dan seterusnya).

Ustadz Agus membimbing dan memandu kami dengan baik. Dan yang tidak kalah menarik adalah driver ini berasal dari keluarga Al-Harbi asli Arab Saudi, perawakannya gede dan gemuk, usianya sudah sepuh namun lucu (sering ngelawak) dan bisa sedikit paham bahasa Indonesia (walau beliau tidak bisa berbicara bahasa Indonesia). Perjalanan ini jadi lebih menarik karena sering ada tawa mengiringi 😀

Pengalaman yang paling menarik di sini adalah ketika di jabal rahmah, saya dan ajudan ustadz naik ke jabal rahmah dengan mendaki. Ga terlalu sulit bagi kami sih tapi lumayan repot dan memakan waktu saja. Dan setelah menghabiskan beberapa waktu di puncak jabal rahmah, saya baru tahu ternyata ada jalan tangga khusus untuk bisa naik turun, dan ini lebih cepat dan mudah 😀 Orangtua saya tidak ikut naik karena sudah pernah, adik ikut istirahat bareng ortu, dan ustadz Agus pasti sudah biasa naik ke sana juga dan memilih menemani ortu.

Jabal Rahmah

Selain Makkah City Tour, pada hari Sabtu pagi 16 November 2019, rombongan kami juga menjelajahi komplek Masjidil Haram dan menceritakan berbagai macam sejarah yang berkaitan, juga mengunjungi rumah Nabi yang kini menjadi perpustakaan, dll.

Rumah Nabi yang sudah dijadikan perpustakaan

Zam-zam Tower

Bapak ingin sekali ke Zam-zam Tower karena kata beliau bisa melihat Ka’bah dan Masjidil Haram dari atas. Bapak mengajak keluarga untuk ke sana hari Jum’at 15 November 2019 setelah shalat Ashar berjama’ah di masjidil Haram. Ibu dan adik menolak ikut. Saya juga sebenarnya malas ikut dan sebelumnya tidak tahu tentang Zam-zam Tower sehingga tidak begitu antusias apalagi setelah tahu harga tiketnya mahal. Namun kalau seandainya saya menolak Bapak akan tetap berangkat sendiri dan saya tidak akan membiarkan hal tersebut khawatir ada apa-apa dan menemui kesulitan, jadi saya putuskan ikut, dan ini juga termasuk tugas pengawalan saya yang harus saya lakukan.

Setelah urusan membeli tiket selesai dan dipandu ke atas oleh pemandu, kesan pertama saya biasa saja karena cuma menonton layar berisi sejarah Zam-zam Tower, lalu dilanjutkan ke berbagai macam lantai yang berisi informasi tentang berbagai macam benda langit di sistem tata surya. Seperti Planeterium di Taman Ismail Marzuki tapi jauh lebih bagus lagi di sini, saya takjub dan merasa senang, tapi senangnya masih biasa saja karena merasa harga tiket kemahalan kalau cuma untuk melihat hal seperti ini.

Begitu saya sampai di lantai atas, wow, bisa melihat Ka’bah, Masjidil Haram, dan kota Makkah dari atas! Bapak benar! Dan saya merasa senang sekali ikut datang ke tower ini dan tidak menyesal sama sekali (walaupun harga tiketnya mahal). Di sini saya juga dapat foto dan video yang bagus sekali.

Melihat kota Makkah dari atas Zam-Zam Tower

Tempat Istirahat

Hotel tempat kami istirahat lumayan bagus dan nyaman, Al-Fajr Al-Badya, kami sekeluarga meninap di satu kamar, sedangkan ustadz Agus menginap di kamar lain bareng ajudannya. AC menurut saya lumayan dingin, ruangan cukuplah untuk empat orang, kamar mandi standar. Tipe kamar hotel ini biasa saja, jadi ga ada fasilitas seperti teko air panas, dll. Walau begitu saya senang menginap di sini 🙂

Dan yang paling enak adalah hotel ini relatif dekat dengan masjidil haram. Hanya butuh berjalan kaki sepuluh menitan sudah tiba di dalam masjidil haram.

Al-Fajr Al-Badya

Kuliner

Saya termasuk tipe orang yang makan untuk hidup, dan bukan tipe kuliner. Untuk urusan makan sebenarnya sudah disediakan hotel di lantai restoran. Tidak ada masalah untuk sarapan, waktu sarapannya sudah pas dan tidak bentrok. Namun ada dilema untuk makan siang dan malam, yaitu makanan siang hari baru siap setelah adzan Zhuhur, dan makan malam setelah adzan Isya. Kalau mau makan di sana setelah shalat berjama’ah di masjidil Haram, sudah pasti sangat rame dan antre banget, dan ini bikin saya males makan di sini. Belum lagi ditambah kelakuan sebagian jamaah kita yang ga kenal budaya antre, bikin tambah gemesssss. Jadi yaa, kalau saya jarang makan siang dan malam di sana, padahal selalu ada ayam goreng (termasuk makanan favorit) yang enak banget. Ortu dan adik saya ternyata lebih sabar daripada saya dan rela antre dengan segala tantangannya hehehehe.

Jadi saya terpaksa untuk makan siang dan malam dengan mencari kuliner di luar hotel, dan akhirnya kuliner yang paling saya beli adalah shawarma/kebab, harganya murah (5 Riyal) dan lumayan enak. Saking seringnya saya jadi tahu mana yang enak dan yang ga enak, dan yang paling enak nomor satu adalah nugget ayam, dan yang kedua isi daging. Selain itu biasa aja. Dan shawarma di Saudi beda dengan kebab yang dijual di Indonesia, dan yang pasti adalah di Saudi rasanya secara umum tidak pedas, jada rasanya kurang nendang. Namun tetap saja saya makan dan lumayan enak, terutama yang dua tersebut.

Saya juga sempat nemu restoran cepat saji seperti KFC, McDonald, dsj dan awalnya ingin makan di sana juga tapi ga jadi karena menu yang paling murah di sana masih saya anggap relatif mahal untuk level makanan, apalagi kalau dikurs ke Rupiah dan dibandingkan dengan harga di Indonesia, tambah alasan supaya ga mau beli 😀

Sebenarnya saya ingin mencari restoran Al-Baik yang sangat terkenal, namun saat saya cek lokasinya dengan GPS, lokasi terdekatnya masih relatif jauh jika berjalan kaki dari hotel dan akan memakan banyak waktu, jadi saya tidak berkesempatan mencoba Al-Baik di Makkah, dan mencoba restoran yang mirip Al-Baik. Beli menu paket ayam harga sekitar 10-15 Riyal. Ayamnya banyak banget dan rasanya agak hambar, apalagi ga ada saus pedasnya.

Tempat saya biasa cari makan karena dekat dengan hotel

Dan kebetulan lagi ada supermarket terkenal Bin Dawood yang relatif dekat. Di sini saya sering beli roti croissant dan air mineral, juga beberapa minuman yang ada rasanya dari berbagai merek dan rasa.

Kami juga pernah beli roti di suatu toko roti di satu gedung dengan Bin Dawood, harganya agak mahal tapi masih wajar dibandingkan harga KFC dan McD, dan rasanya enak banget….sayang saya lupa nama tokonya (ga saya catat).

Bin Dawood Komplek Masjidil Haram

Dan yang pasti harus nyobain Ice Cream Haramain yang banyak dibicarakan. Harga relatif murah dan rasanya enak-enak tergantung selera. Eh, saya kok bukan tipe kuliner tapi malah jadi banyak nulis tentang kuliner 😀 ?

Mencari Oleh-oleh

Mencari oleh-oleh bisa dicari di banyak toko yang bertebaran, tinggal pilih saja mana yang menarik dan kalau belanja di toko masih bisa ditawar, jadi pintar-pintar menawar saja, dan rata-rata penjual di sini paham bahasa Indonesia, bahkan mereka juga menerima pembayaran dengan mata uang Rupiah.

Untuk kaum perempuan kalau mau beli emas juga lebih baik beli di Makkah saja. Jenisnya lebih bervariasi sehingga banyak pilihan yang bagus. Tapi ini menurut pendapat kami saja, terutama ibu yang sudah membeli di sini juga.

toko emas

Saya sendiri beli oleh-oleh di Makkah hanya beberapa makanan ringan yang mungkin hanya bisa ditemui di Arab Saudi saja, dan belinya di Bin Dawood yang harganya relatif murah dan harga pas. Di Bin Dawood juga ada kurma, kismis, dsj pada saat di Makkah kami beli beberapa juga namun ini adalah keputusan yang kurang tepat karena kalau urusan kurma, kismis, dsj di Madinah lebih baik dan lebih murah.

Ujian di Makkah

Ujian di Makkah bagi saya pribadi ada beberapa di antaranya adalah:

  1. Menemui beberapa jamaah yang bikin kesel
    Di antaranya adalah beberapa jamaah sebangsa yang ga tahu budaya antre saat di restoran hotel, jamaah Tunisa yang berebutan lift, tidak mau antre, dan tidak mau ngalah, dan jamaah dari wilayah mana (sepertinya Tunisia juga) yang main usir jamaah di depannya karena ingin buru-buru saat sa’i. Harus berusaha sabar….
  2. Gejala Batuk Kering
    Di Makkah ternyata lagi musim batuk, banyak jamaah yang batuk dan tidak beretika baik dalam berbatuk. Dan qadarullah saya ikut tertular, mulai terasa ada gejala tenggorakan ga enak setelah shalat Isya Jumat 15 November 2019, dan hari Sabtu paginya batuk kering yang ringan sudah saya alami.
  3. Wow
    Ujian yang dialami oleh kaum laki-laki, dan ujian ini juga termasuk yang paling saya khawatirkan setelah ujian sakit ketika di Arab, yaitu : entah kenapa banyak bertemu perempuan wow cantiknya di Makkah, alhamdulillah wa subhanallah, eh Astaghfirullah….

Bersambung ke bagian Madinah

16 November 2020.

One response to this post.

Leave a comment