Potongan Kisah Lainnya serta Penutup Kisah Umrah 2019

Pada bagian terakhir ini saya akan menceritakan beberapa potong kisah yang belum saya ceritakan pada bagian sebelumnya.

Pertemuan tak Terwujud

Saya mengharapkan bisa bertemu teman kuliah saya yang sekarang tinggal di Jeddah. Ketika masih di Indonesia saya sudah mengatakan bahwa saya mau umrah dan berharap bisa ketemuan di Makkah/Madinah, dia menyanggupi. Saya bahkan sudah memberi rencana jadwal perjalanan kami selama di Saudi dengan harap dia bisa menyesuaikan dengan waktu luangnya. Begitu tiba di hotel Al-Fajr Al-Bady, saya langsung WA teman saya ini, namun ternyata hanya dibaca dan tidak ada respon sama sekali. Dia baru balas begitu saya sedang dalam perjalanan pulang ke bandara (!!). Saya balas ketika kami beristirahat di suatu ruko pertokoan di Jeddah untuk makan malam dsj, “Skrg ada di sini, kalau mau ketemu masih bisa.” Dan teman saya ini baru balas kembali ketika kami sudah selesai istirahat sekitar 1 jam lebih dan sudah melanjutkan perjalanan hingga hampir tiba di bandara. Sebenarnya sangat disayangkan tidak bisa bertemu padahal saya belum tentu ke sini lagi (kalaupun balik ke Saudi mungkin belasan tahun lagi), dan dia pun belum tentu ke Indonesia lagi, tapi yaa sudahlah kata Bondan Prakoso.

Selain itu saya juga iseng-iseng berhadiah kirim email ke Yayan/Alman Mulyana, isinya saya mengikuti video beliau, bertanya tentang sesuatu, dan berharap kalau pada tanggal 13-20 November 2019 sedang buat content di Makkah/Madinah semoga bisa ketemu. Namun email ini tidak dibalas hehehe, wajar orang sibuk yang punya banyak subscriber, sangat mungkin juga email ini ga dibaca 😀 Namanya juga iseng-iseng berhadiah, ga dibalas gpp, dibalas Alhamdulillah.

Perbandingan Hotel

Hotel Al-Fajr Al-Badya di Makkah dan Concorde Dar Al-Khair di Madinah yang keduanya sama-sama dekat dengan masjid mana yang lebih baik? Concorde lebih baik dari sisi fasilitas kamar, ruangan yang lebih dan AC juga dingin banget. Sedangkan Al-Fajr Al-Badya lebih baik dari sisi fasilitas lift yang sangat banyak (meski tetap ramai saat waktu makan dan shalat), restoran yang lebih enak. Menurut saya lebih baik Al-Fajr Al-Badya karena faktor restoran yang makanannya enak (meski saya jarang juga ke restoran) dan lift yang sangat banyak, serta saya tidak masalah dengan fasilitas kamar yang tidak begitu lengkap yang penting bisa tidur dengan nyenyak, AC tidak begitu dingin juga ga masalah 🙂

Laki-laki Arab Saudi

Laki-laki Saudi yang saya temui rata-rata ramah. Yang pertama kali saya temui justru ketika masih berada di pesawat dalam perjalanan ke Saudi. Ada empat pemuda Saudi yang duduk di bagian kanan pesawat, saya duduk di bagian tengah di pinggir kanan dekat mereka. Sempat berinteraksi sedikit dengan mereka dan mereka semua ramah. Ketika saya sedang kesulitan mengakses suatu fasilitas di dalam pesawat, mereka membantu saya, dan ketika mereka tahu saya mau umrah (saat ganti pakai ihram di dalam pesawat) mereka menyemangati saya.

Lalu yang kedua kali adalah saat sudah tiba, ada orang Saudi yang merupakan relasi Fazary Wisata yang menyambut saya dengan baik dan sangat ramah, apalagi begitu saya berbicara bahasa Arab ketika menjawab pertanyaannya dan juga menjelaskan saya bisa bahasa Arab sedikit.

Selanjutnya yang menjadi driver adalah orang Saudi dari keluarga Al-Harbi. Driver pemuda ramah, sedangkan syaikh Al-Harbi yang lebih tua lebih ramah dan lebih lucu 🙂

Di Makkah interaksi saya dengan laki-laki Saudi ketika bertemu bos tukang cukur, dan di toko emas. Sedangkan di Madinah saya apes bertemu pedagang Saudi yang justru iseng dan membuat image orang Madinah jadi kurang bagus.

Perempuan Arab Saudi

Dahulu saya beranggapan perempuan Saudi jika di tempat publik selalu memakai hijab lengkap dengan cadarnya, namun ternyata tidak semuanya seperti itu. Mungkin dulu sebelum era Raja Salman, semuanya diwajibkan berhijab dan cadar, namun saat era Arab Saudi sekarang peraturan tersebut diubah atau minimal dilonggarkan. Di bandara pun saya perhatikan perempuannya (baik Petugas bagian imigrasi bandara maupun penumpang biasa) sebagian ada yang lengkap dengan cadar, sebagian tidak bercadar, bahkan ada juga yang rambutnya kelihatan. Ketika mampir di Jeddah saat mau pulang, saya melihat banyak perempuan tidak bercadar, banyak memakai jilbab yang rambutnya kelihatan bahkan menemui juga yang tidak menggunakan jilbab sama sekali. Namun di Makkah dan Madinah saya tidak menemui perempuan Arab Saudi yang tidak bercadar, semuanya bercadar di dua kota tersebut.

Saya tidak mau berkomentar tentang apakah peraturan baru di Saudi lebih baik atau tidak, biar warga Arab Saudi saja yang berkomentar. Saya juga tidak mau menilai perempuan Saudi tentang cara berpakaiannya apalagi secara personalnya. Namun saya mengapresiasi perempuan Saudi yang bertugas di Bandara, ini berarti pemerintah membolehkan perempuan bekerja di luar rumah, karena ada anggapan pemerintah Saudi ketat dan melarang perempuan bekerja di luar rumah yang berdampak sebagian kalangan berpendapat Islam sangat mengekang perempuan.

Pedagang

Secara umum pedagang di Makkah dan Madinah bersikap baik, namun saya menemui pengalaman tidak mengenakan dengan pedagang Madinah. Pengalaman pertama adalah saat saya hanya bertanya-tanya tentang suatu barang (memang niat nanya aja ga mau beli dan saya sama sekali tidak nawar), dan ketika saya mau pergi karena memang ga mau beli si penjual tidak terima dan terlihat tidak senang, dia “menghina” saya karena dianggap ga punya uang dan nantangin untuk tunjukkan dompet saya dan saya tunjukin uang berisi lembaran riyal, lalu penjual tersebut hendak mengambil paksa uang dari dompet saya. Saya ga terima dan saya simpan dompet saya dengan lebih erat. Saya bersikeras mau pergi dan penjual juga ga membiarkan saya pergi (dia memang tangan saya), lalu dia memanggil petugas keamanan. Dia bermaksud menakut-nakuti/mengancam saya, dia bilang, “Tolong tangkap orang ini.” Petugas itu bertanya kepada saya apa yang terjadi. Saya menceritakan bahwa saya cuma lihat-lihat dan bertanya harga, tidak mau beli apapun, tapi penjual ini ga terima. Penjual bilang ke petugas supaya saya ditangkap saja. Ternyata petugas itu malah membela saya dan memarahi penjual tersebut, petugas mempersilakan saya pergi saja dari sini dan cuekin saja penjual, dan petugas tersebut menganggap saya habib (padahal bukan) sehingga lebih menghormati saya bahkan mengantar saya sebentar. Petugas itu bertanya kalau mau beli oleh-oleh di sini saja sambil menunjukkan toko pakaian, mungkin penjual toko tersebut orang baik atau kenalan petugas. Saya menjawab nanti saja, saya mau langsung kembali ke kamar hotel saja. Begitu tahu hotel saya di Concorde Dar Al-Khair (toko tadi tersebut masih berada di sekitaran gedung bawah hotel), dia mengatakan bahwa dia jaga di sebelah. Ternyata petugas ini adalah security hotel/gedung, saya berterima kasih kepadanya telah menolong saya dari penjual buruk tadi.

Kejadian kedua terjadi keesokan hari ketika saya sedang iseng jepret gedung yang di bawahnya ada toko oleh-oleh. Seorang pedagang yang merasa dirinya difoto atau tokonya difoto memanggil saya ke toko, tapi saya ga mau. Dia membujuk dan tetap mengajak saya supaya mau datang ke toko dan bilang dia ga akan marah karena difoto, tapi saya tetap ga mau karena berdasarkan pengalaman kemarin bisa jadi pedagang ini iseng lagi dan berniat buruk juga. Saya cuekin dan “kabur” aja, penjual tersebut marah-marah. Ajiiib….saya hanya memotret gedung yang kebetulan ada toko di bawahnya, dan kalaupun saya memotret toko, lantas kenapa geer atau dipermasalahkan? Di Makkah saya foto banyak gedung bahkan toko tidak ada yang mempermasalahkan, bahkan saya tidak menemui pedagang iseng di Makkah, hanya di Madinah saja saya menemui 2 kasus seperti ini. Ini termasuk ujian kesabaran lagi di Madinah….

Saya pernah membaca tulisan di Facebook bahwa ada cerita pedagang di Madinah itu baik-baik, jika ada dua pedagang berdagang barang yang sama bersebelahan, yang satu toko ramai dan satu lagi sepi, maka pedagang toko ramai itu akan menutup tokonya sementara dan merekomendasi pembeli untuk membeli barang di toko sebelah. Namun saya tidak menemui hal tersebut di Madinah, yang saya jumpai justru pedagang Saudi yang iseng dan tidak baik, dan pedagang non Saudi di Madinah yang berebut calon konsumen dengan segala cara. Masih ada yang baik dan ramah sih di Madinah, namun yang justru saya ingat malah yang sebaliknya.

Dua sisi yang berbeda

Saya menemukan ada pengemis di sekitar Masjidil Haram, namun mereka tidak berpakaian jelek dan compang-camping, untuk laki-laki berpakaian baju Muslim, sedangkan yang perempuan berhijab hitam bahkan banyak yang bercadar (jadi tidak ketahuan mereka orang mana). Pengemis perempuan hanya berani minta kepada jamaah perempuan, dan yang laki kepada jamaah laki-laki. Ada satu laki-laki yang berpakaian gamis panjang seperti orang India/Pakistan, dia datang kepada saya dan nanya sesuatu. Saya kira mau kenalan basa-basi saja, ternyata ujung-ujung minta uang, namun saya jujur bilang bahwa saya tidak punya uang riyal (saya memang belum mengambil uang di ATM saat itu) dan saat saya mau membuka dompet saya untuk membuktikan ucapan saya, orang ini mencegah dan percaya saya jujur. Pada kasus saya ini orang ini walaupun meminta namun tidak memaksa. Entahlah dengan peminta yang lain.

Di sisi lain di Masjidil Haram saya temui banyak juga yang memberi shadaqah kepada jamaah, kebanyakan berupa makanan seperti kurma. Apalagi pada hari Kamis (dan Senin, saat shaum Sunnah), menjelang maghrib disediakan kurma oleh dermawan, dan setelah shalat Maghrib ada makanan besar bagi yang terbuka bagi siapa saja yang mau ingin ikut makan.

Dua sisi yang berbeda ini yang terjadi di sekitar Masjidil Haram sangat kontras dan mungkin masih ada yang harus dilakukan oleh pemerintah Saudi untuk lebih menyejahterakan imigran supaya tidak ada yang mengemis di Masjidil Haram. Wallahu a’lam.

Kebersihan

Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tempatnya bersih dan tidak ada sampah yang tampak di depan mata, ini sangat wajar karena ada petugas kebersihan khusus untuk kedua masjid tersebut. Namun kalau saya perhatikan lebih detil pada saluran air yang tak ada airnya (?) ada sampah yang tertimbun di dalamnya. Mungkin karena jarang hujan jadi hal tersebut terlihat tidak terlalu bermasalah. Semoga hal ini dapat diperbaiki ke depannya karena masih berada di kawasan komplek masjid.

Jalan-jalan di dekat masjid juga cenderung bersih, walau saya pernah melihat beberapa orang Saudi yang sengaja buang sampah sembarangan di tengah jalan. Tempat seperti Jabal Rahmah juga terlihat ada sebagian sampah yang berserakan dan banyak coretan di bebatuan maupun di monumennya, kalau yang ini kebanyakan dilakukan oleh para jama’ah luar Saudi, termasuk Indonesia tentunya. Sayang sekali tempat bersejarah seperti ini dicoret-coret dan terlihat ada bagian yang berserakan sampah.

Tempat-tempat agak jauh dari masjid seperti ketika kami singgah dalam perjalanan ke dan dari Madinah adalah terlihat agak kotor, apalagi bagian toilet umum. Juga ada banyak sampah berserakan di tanah kosong. Tempat seperti ini banyak dihuni oleh orang luar Saudi maupun sebagai tempat persinggahan jamaah.

Makanan Di Saudi

Makanan yang disediakan di restoran hotel Al-Fajr Al-Badya Makkah adalah makanan khas Indonesia dan rasanya enak. Sedangkan yang di hotel Concorde Dar Al-Khair Madinah juga makanan khas Indonesia tapi rasanya tidak seenak yang di Makkah.

Sedangkan makanan yang dijual di Saudi rata-rata hambar dan kurang berasa, serta tidak ada saus, jadi kurang cocok bagi lidah orang Indonesia. Kalau mau lebih enak harus ditambah saus, ini bisa dibawa dari Indonesia atau beli di sana juga ada yang jual. Kalau nanti mau ke Saudi lagi harus bawa saus dari Indonesia (karena lebih murah dan bisa pakai merek yang disukai), kalau beli di Saudi harganya harga Saudi dan pilihan mereknya juga terbatas.

Waktu beristirahat di Jeddah dalam perjalanan balik ke bandara, saya pikir akan mampir di tempat yang ada Bakso Udin yang terkenal karena di mobil ustadz dan ajudannya ngomongin Bakso Udin melulu. Namun ternyata bukan ke Bakso Udin 😀 Karena sudah terlanjur pengen bakso, saya pesen bakso aja di restoran Indonesia ini, yang bertugas menyiapkan bakso ternyata orang Afrika. Wah saya kira yang menyiapkan orang Indonesia juga, langsung pesimis dan mikir ga enak. Ternyata benar rasanya asin dan kurang enak, tapi tetap saya makan habis juga karena lapar dan tertolong karena ada saus di sini 🙂

Oleh-oleh

Oleh-oleh seperti kurma, kismis, dsj rekomendasi terbaik adalah beli di Madinah karena kualitas lebih baik, banyak pilihan, dan lebih murah. Sedangkan selain itu bebas, namun saya pribadi lebih suka belanja di Makkah untuk selain kurma dan kismis.

Foto-foto

Saya banyak memotret sejak dari bandara hingga menjelang kembali ke Indonesia. Kebanyakan foto berlokasi di Makkah, sedangkan di Madinah termasuk sedikit. Dari banyaknya foto ada sebagian yang hasilnya bagus, sebagian sudah diupload di blog ini. Sedangkan foto-foto terbaik pilihan sudah saya cetak dalam ukuran besar dan dipajang di rumah, serta sudah ada foto terbaik yang saya upload di Flickr.

Biro Umrah

Kami sekeluarga sangat puas dengan pelayanan biro umrah dan haji Fazary Wisata. Kami mendapat pelayanan dan fasilitas yang sangat baik, transportasi yang bagus, hotel yang bagus, dan tentu saja layanan bimbingan yang terbaik. Sayang sekali biro umrah di Jadebotabek rata-rata umrah hanya 9 hari, kalau ada yang lebih banyak seperti 13 hari lebih maka akan lebih puas lagi bagi yang ingin lebih lama di Tanah Suci. Namun memang saya maklum karena rata-rata orang Jadebotabek sibuk kerja, jadi kebanyakan lebih suka yang 9 hari yang lebih cepat.

Saya sendiri kalau ada budget lebih mau Haji Plus dengan Fazary Wisata untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang terbaik. Waktu tunggu antriannya pun lebih cepat, tidak selama regular. Dilemanya adalah Haji Plus biayanya lebih mahal dan waktu menetapnya lebih singkat daripada Haji Regular. Saya sudah daftar yang regular dan mendapat antrian haji, apakah nanti saya akan diizinkan Allah berangkat haji yang regular atau malah jadi plus? Wallahu a’lam.

Lebih suka di Makkah atau Madinah?

Makkah, karena kesempatan ibadahnya lebih banyak dan lebih bebas. Saya lebih suka Makah dan lebih suka lebih lama di Makkah daripada di Madinah. Kalau seandainya saya umrah lagi, inginnya sih yang lebih lama harinya dan lebih lama di Makkah.

Mau ke sini lagi?

Ya jelas mau ke sini lagi, terutama untuk tujuan haji. Kalau untuk tujuan umrah masih galau, di satu sisi mau umrah lagi, di satu sisi biaya umrah relatif mahal menurut saya. Namun jika umrah itu dianggap sebagai kebutuhan sekunder/tersier yang setara dengan kebutuhan rekreasi, maka saya mengerti jika ada sebagian orang yang sering bolak-balik umrah untuk memenuhi kebutuhan rekreasi spiritualnya. Saya mungkin balik lagi untuk umrah namun tidak untuk jangka waktu dekat, dan tidak mau sering-sering juga (karena sangat menguras budget), dan yang jelas masih memprioritaskan haji 🙂

Khatimah (Penutup)

Saya termasuk orang yang slow aja untuk umrah, karena bagi saya umrah itu sunnah. Oleh karena itu ketika ortu mengajak umrah bareng, saya sih woles aja, berangkat tahun 2019 ayo, berangkat tahun 2020 juga gpp woles aja. Namun bapak yang sangat ingin pergi umrah tidak mau menunda-nunda karena kelamaan, dan inginnya lebih cepat pergi umrah lebih baik meskipun akhirnya memilih umrah regular yang 9 hari saja. Akhirnya setelah mencari beberapa jadwal biro umrah dan memilih waktu yang tepat, dipilihlah umrah tanggal 12-20 November 2019, yang sebenarnya saat itu saya masih beranggapan kalaupun ga jadi November 2019, tahun 2020 juga gpp.

Namun ternyata semenjak bulan Maret 2020 terjadi wabah Corona yang dimulai dari kota Wuhan, China, lalu menyebar ke seluruh dunia hingga sangat berpengaruh kepada pola interaksi kehidupan manusia, termasuk karantina, pembatasan sosial, dan penutupan penerbangan internasional di semua negara. Kalau ortu saya tidak bersikap ingin menyegerakan umrah dan mengikuti sikap woles saya, maka kami tidak akan menikmati suasana umrah normal sehingga bisa berusaha maksimal dalam beribadah di Makkah dan Madinah serta penuh cerita menarik dan bertemu banyak orang.

Oleh karena itu saya sangat bersyukur kepada Allah atas karunia dan kesempatan umrah yang diberikan, serta sangat berterima kasih kepada ortu yang sangat ingin menyegerakan umrah. Ortu memang selalu lebih bijak dan lebih berpengalaman.

Dan kalau seandainya saya diberi kesempatan ke sini lagi entah umrah atau haji (yang paling saya inginkan), maka saya akan berusaha lebih baik lagi dan lebih maksimal di Makkah, dan juga di Madinah. Semoga umrah kami di tahun 2019 diterima oleh Allah SWT dan memberi hasil positif dalam kehidupan kami sehari-hari supaya menjadi manusia yang lebih baik lagi. Aamiin.

25 November 2020

TAMAT.

One response to this post.

  1. […] « Potongan Kisah Lainnya serta Penutup Kisah Umrah 2019 […]

    Reply

Leave a comment