Satu Umat Islam Satu Kalender Hijriyah

Satu Umat Islam, Satu Kalender Hijriyah

Pada tanggal 10 Januari 2008 seorang teman mengirim SMS kepada penulis, “Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1429 H…”, penulis menjawabnya kurang lebih seperti ini, “Horohorohoro, telat sehari. Di beberapa negara Arab seperti Arab Saudi sekarang sudah tanggal 2 hehehe.” Lalu teman penulis itu mengirimkan SMS lagi dengan candanya, “Biarin. Kn qt tinggalny di Indo nan panas :D…” Padahal di negara Arab masih jauh lebih panas daripada di sini hehehe.

Akibat komunikasi dengan SMS itulah penulis jadi berpikir tentang “Kenapa kita (umat Islam) tidak dapat memiliki satu kalender Hijriyah yang sama untuk semua muslim di Bumi ini?” Oleh karena itu penulis memutuskan untuk membuat tulisan tentang kalender Hijriyah ini. Beberapa bagian pada tulisan ini berkaitan erat dengan tulisan penulis sebelumnya yang berjudul Penentuan Hilal dengan Ru’yah dan Hisab. Bagi Anda yang belum sempat membaca tulisan tersebut, penulis sarankan untuk membacanya sebelum membaca tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua, Amiin.

K. Metode Perhitungan Tahun

Bayangkanlah jika di dunia ini tidak ada perhitungan tahun….

manusia tetap akan bisa hidup dan beraktifitas,

tetapi manusia akan mengalami kesulitan jika berkaitan

dengan apa yang telah mereka kerjakan

pada tahun-tahun sebelumnya (termasuk sejarah)

dan rencana tahun yang akan datang.

Ada beberapa metode perhitungan tahun di dunia ini, yang paling terkenal adalah tahun Masehi (nama lainnya adalah Anno Domini (AD) atau Common Era (CE) atau Miladiyah atau Syamsiyah). Pada saat ini sistem tahun Masehi dipakai oleh hampir semua negeri di Bumi ini, dan hampir semua orang mengetahui sistem tahun ini.

Perhitungan tahun Masehi ini dimulai dari lahirnya Isa Al-Masih (Jesus) ‘Alaihissalam. Bagi umat Nashrani, Isa tentu saja sosok yang sangat istimewa (yaitu Tuhan), karena itu mereka (pencetus perhitungan tahun ini yang beragama Nashrani) menghitung tahun dari lahirnya Isa ‘Alaihissalam. Wajar saja jika nama tahun ini adalah Masehi (yang diambil dari kata al-Masih) atau tahun Tuhan (terjemahan bahasa latin dari kata Anno Domini). Sedangkan dari sisi jumlah bulan pada setiap tahunnya adalah berjumlah 12 bulan, dan perhitungan tahun Masehi ini berdasarkan periode waktu Bumi mengelilingi Matahari dengan mengikuti sistem perhitungan Julian (pada awalnya) lalu Gregorian (yang kemudian sistem ini dipakai oleh banyak negara saat ini).

Sejarah singkat tahun Hijriyah

Ribuan tahun yang lalu, orang-orang Arab sudah mengenal sistem perhitungan bulan yang berdasarkan periode waktu Bulan mengelilingi Bumi (bulan Qamariyah atau lunar). Bulan-bulan itu berjumlah 12 bulan dan memiliki nama masing-masing, tetapi mereka belum mempunyai sistem perhitungan tahun. Sistem tahun yang mereka pakai adalah berdasarkan suatu peristiwa besar yang terjadi pada suatu tahun. Ketika Abrahah mencoba menyerang Ka’bah dengan bala tentara manusia dan gajahnya (tetapi rencana itu digagalkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala), orang-orang Arab menyebut tahun itu sebagai tahun Fiil (gajah). Ketika Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam diangkat menjadi Rasul, mereka menyebutnya tahun Kenabian, ketika terjadi perang Khaibar, mereka menyebutnya tahun Khaibar, dan masih banyak contoh lainnya. Contoh penggunaan sistem tahun tersebut misalnya Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah pada tahun 13 Kenabian, itu artinya Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah 13 tahun setelah beliau diangkat menjadi Rasul.

Pada masa Khulafa ar-Rasyidin yang ke-2 yaitu Amirul Mu’minin Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu, wilayah kekuasaan Islam semakin luas dan semakin banyak juga jumlah umat Islam. Kebutuhan menggunakan sistem perhitungan tahun semakin mendesak yang dipicu dari banyaknya surat yang tidak tertulis tahun dalam surat-surat mereka. Umar bermusyawarah dengan beberapa shahabat Rasulullah lainnya untuk mendiskusikan permasalahan tahun tersebut. Setelah mempertimbangkan secara matang dari berbagai usulan tahun yang diusulkan oleh shahabat, Umar menetapkan tahun yang dihitung dari saat Rasulullah (dan kaum muslimin) hijrah ke Yatsrib (Madinah), yang kemudian dikenal sebagai tahun Hijrah atau Hijriyah (atau Anno Hegirae).

Semenjak saat ditetapkan itulah (yaitu pada tahun 16 Hijriyah), tahun Hijriyah dipakai sebagai tahun umat Islam yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tahun Hijriyah ini tetap memakai perhitungan Bulan yang mengitari Bumi yang terdiri dari 12 bulan, yaitu (berurutan) Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabiu’ts Tsani, Jumadil ‘Ula (Jumadil Awwal), Jumadil Ukhra (Jumadits Tsani), Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.

L. Pentingnya Persamaan Kalender Hijriyah

Pentingkah persamaan kalender Hijriyah untuk umat Islam?

Ya, dan jika itu bisa terwujud maka akan banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh umat Islam, baik manfaat yang bersifat dunia maupun agama.

Berikut ini penulis berikan contoh fiktif pentingnya persamaan kalender Hijriyah dalam masalah dunia :

Ada dua orang yang mempunyai relasi bisnis yang tinggal di negeri yang berbeda, orang pertama tinggal di Arab Saudi dan orang yang kedua tinggal di Indonesia. Keduanya sudah terbiasa memakai kalender Hijriyah. Suatu ketika mereka ingin bertemu untuk berbicara tentang bisnis mereka, lalu mereka berjanji untuk bertemu di Jepang pada tanggal 20 Sya’ban 1429 H.

Tiba-tiba orang Arab itu menelpon orang Indonesia pada jam 2 siang WIB, orang Arab itu marah-marah karena hari ini 20 Sya’ban 1429 H ia sudah menunggu dari pagi hingga sore (jam 4 sore waktu Jepang) di Jepang, tetapi relasi orang Indonesia-nya itu tidak datang-datang. Orang Indonesia itu kaget, dan ia mengatakan bahwa sekarang baru tanggal 19 Sya’ban.

Orang Arab : “Anda memakai kalender Hijriyah apa?”

Orang Indonesia : “Kalender Hijriyah Republik Indonesia. Anda?”

Orang Arab : “Kalender Hijriyah Kerajaan Arab Saudi.”

DOOOONG…! Mereka berdua terdiam beberapa saat. Kebetulan ada orang Jepang muslim yang melewati orang Arab itu, kemudian ia bertanya kepada orang Jepang muslim itu tentang tanggal Hijriyah hari ini. Orang Jepang itu menjawab : “Di Jepang sekarang tanggal 18 Sya’ban 1429 H.”

Pada contoh fiktif itu jika ketiga negara menggunakan kalender masehi, ketiganya sama-sama bertanggal 22 Agustus 2008 hari Jum’at, tetapi ketika ketiga negara menggunakan kalender Hijriyah, maka tanggal 20 Sya’ban 1429 H di Arab Saudi = 22 Agustus 2008 Jum’at; 20 Sya’ban 1429 H di Indonesia = 23 Agustus 2008 Sabtu; 20 Sya’ban 1429 H di Jepang = 24 Agustus 2008 Ahad. Benar-benar aneh bukan? Ketika memakai kalender masehi, mereka kompak memiliki tanggal dan hari yang sama, tetapi ketika menggunakan kalender Hijriyah, ketiganya kompak berbeda ^^. Itu memang contoh fiktif, tetapi hal seperti itu bisa atau sudah terwujud dalam dunia nyata dalam kasus yang berbeda.

Arab Saudi, Indonesia, dan Jepang memiliki perbedaan waktu yang tidak terlalu jauh (tidak sampai 12 jam apalagi lebih dari 12 jam), tetapi pada contoh fiktif itu bisa terjadi satu hari dengan tiga tanggal Hijriyah yang berbeda. Jika persamaan kalender Hijriyah bisa terwujud (satu kalender Hijriyah untuk satu umat Islam), maka kejadian seperti contoh itu tidak akan terjadi.

Sedangkan manfaat persamaan kalender Hijriyah yang bersifat agama/ibadah juga cukup banyak, contohnya adalah :

  • Tidak akan ada lagi perbedaan shaum Ramadhan di dunia, awal hingga akhirnya.

  • Tidak akan ada lagi perbedaan hari raya Idul Fithri dan Idul Adha di dunia.

  • Tidak akan ada lagi perbedaan hari untuk melakukan shaum Sunnah seperti shaum Asyura’ (10 Muharram), Ayyaamul Bidh (puasa pada tanggal 13,14,15 setiap bulan Hijriyah), dan Arafah (9 Dzulhijjah) di dunia.

Sungguh sangat indah jika persamaan kalender Hijriyah di seluruh dunia bisa terwujud!!

M. Mewujudkan Satu Kalender Hijriyah untuk Umat Islam

Bagaimana cara supaya umat Islam dapat mewujudkan satu kalender Hijriyah? Penulis memiliki beberapa pendapat untuk dapat mewujudkan hal tersebut :

  1. Hal itu bisa terwujud jika umat Islam memiliki satu pemimpin.

    Yaitu satu pemimpin (imam/amir/khalifah) yang memiliki kekuasaan dan wilayah serta menjalankan syari’at Islam, dan juga pemimpin itu diakui sebagai pemimpin umat Islam oleh setiap muslim di berbagai wilayah. Pemimpin seperti ini dapat membuat satu kalender Hijriyah untuk umat Islam di berbagai wilayah, karena memang salah satu tugasnya adalah menjaga persatuan Islam.

    Pada zaman Rasulullah, Khulafa ar-Rasyidin, Bani Umayah, Bani Abbasiyah, hingga Turki Utsmani memang memiliki satu pemimpin untuk seluruh umat Islam, tetapi pada saat itu masih terjadi perbedaan tanggal/bulan Hijriyah (karena perbedaan dalam melihat ru’yah). Hal itu wajar karena pada saat itu wilayah memang luas tetapi belum terdapat suatu sistem komunikasi yang dapat saling berhubungan dengan cepat (belum ada teknologi komunikasi dan informasi, apalagi yang semaju zaman informasi ini).

    Jika saat ini mempunyai satu pemimpin untuk seluruh umat Islam, masalah satu kalender Hijriyah untuk umat Islam dapat dibuatnya dengan mudah. Karena keputusan pemimpin yang memimpin seluruh umat Islam (khilafah Islam) harus ditaati -selama tidak bertentangan dengan syari’at Islam-.

    Tetapi sejak runtuhnya Turki Utsmani hingga saat ini, dunia Islam ini belum mempunyai kembali satu pemimpin yang memimpin semua umat Islam (khilafah). Suatu saat nanti satu pemimpin umat Islam itu akan ada kembali, kita tidak tahu kapan itu terwujud tetapi proses menuju hal itu perlahan-lahan terus berkembang. Apakah kita semua sudah berusaha mewujudkan hal itu? Marilah sama-sama kita memulainya dengan membentuk pribadi Islami, keluarga Islami, masyarakat Islami, hingga akhirnya satu kekhilafahan Islam dapat terwujud. Amiin.

  2. Setiap pemimpin negeri muslim berkumpul dan mendiskusikan tentang masalah ini.

    Karena cara pertama belum dapat terealisasikan, maka diperlukan cara yang lain untuk dapat mewujudkan satu kalender Hijriyah yaitu setiap pemimpin negeri muslim (dan perwakilan muslim lainnya dari berbagai negara) berkumpul untuk mendiskusikan tentang persamaan kalender Hijriyah, dan mereka harus membuang ego masing-masing dengan tidak ngotot mempertahankan pendapat mereka. Setiap pemimpin negeri muslim itu harus berpikir bagaimana caranya supaya dapat terbentuk satu kalender Hijriyah yang sama untuk semua umat Islam di dunia dengan menggunakan suatu metode yang disepakati bersama.

    Tiga jenis metode yang dapat dipakai adalah :

    1. Ru’yah Murni

      Yaitu dengan memilih pendapat satu ru’yah untuk semua negeri. Negeri manapun yang melihat Hilal (dengan syarat orang yang melihat itu mengetahui apa itu Hilal, jujur, adil), maka persaksian negeri tersebut harus diterima. Atau dengan memilih satu negeri sebagai acuan ru’yah, misalnya Arab Saudi atau negeri lain yang disepakati. Tetapi kalau menggunakan ru’yah saja maka umat Islam hanya bisa membuat kalender bulanan saja dan bukan kalender tahunan. Dengan metode ini satu kalender Hijriyah untuk semua umat Islam tidak dapat (sulit) dibuat.

    2. Hisab Murni.

      Para ahli hisab dan astronom muslim membuat kalender Hijriyah dengan ilmu hisab dan astronomi. Jika para ahli hisab dan astronom muslim sudah bersepakat menggunakan satu cara perhitungan kalender Hijriyah, maka satu kalender Hijriyah untuk semua umat Islam dapat dibuat dengan mudah oleh mereka. Kelemahan dari metode ini adalah akan banyak pihak yang menentang metode ini, karena masih banyak pihak yang tidak menyukai hisab, atau berpegang teguh pada pendapat ru’yah dengan alasan ru’yah lebih memiliki landasan syar’i daripada hisab (bahkan ada juga pihak yang menganggap hisab itu adalah bid’ah! Mudah sekali pihak itu mengucapkan ini bid’ah dan itu bid’ah. Padahal mereka shalat juga menggunakan hisab :?).

    3. Hisab dan Ru’yah.

      Ini adalah metode gabungan antara ru’yah dan hisab, sekaligus sebagai jalan tengah bagi pendukung ru’yah murni dengan hisab murni. Para ahli hisab dan astronom muslim membuat kalender Hijriyah dengan ilmu hisab dan astronomi. Jika para ahli hisab dan astronom muslim sudah bersepakat menggunakan satu cara perhitungan kalender Hijriyah, maka satu kalender Hijriyah untuk semua umat Islam dapat dibuat dengan mudah oleh mereka. Kemudian pada setiap akhir bulan Hijriyah, setiap atau beberapa negeri (sesuai dengan kesepakatan para pemimpin negeri muslim) membuktikan keakuratan hasil hisab tersebut dengan ru’yah.

      Jika ternyata ada perbedaan antara hasil ru’yah dengan hasil hisab, maka yang dipakai adalah hasil ru’yah yang sesuai dengan kesepakatan para pemimpin muslim. Lalu kalender Hijriyah hasil hisab itu harus segera diperbaiki di masing-masing negerinya. Jika kalender Hijriyah ini bisa terealisasikan, maka ini akan menjadi satu kalender global yang paling akurat (karena selalu diperiksa keakuratannya pada setiap akhir bulan Hijriyah di beberapa negara yang disepakati).

    Sebagaimana yang penulis tulis pada Penentuan Hilal dengan Ru’yah dan Hisab, jika setiap pemimpin negeri muslim (dan perwakilan muslim lainnya dari berbagai negara) berkumpul untuk membicarakan masalah ini, lalu memilih pendapat satu ru’yah untuk semua negeri dengan pertimbangan kesatuan umat Islam di seluruh dunia, lalu ditambah dengan dipakainya ilmu hisab yang dibantu dengan teknologi dan alat astronomi yang canggih pada zaman ini, Insya Allah, tidak akan ada istilah lagi umat Islam merayakan hari raya yang sama (Idul Fitri dan Idul Adha) dengan hari/tanggal yang berbeda dan umat Islam dapat memiliki satu kalender Hijriyah yang sama.

N. Ziyadah (Tambahan)

  1. Alasan penggunaan tahun Hijriyah

    Pada saat proses musyawarah Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu dengan beberapa shahabat Rasulullah lainnya, terdapat beberapa usul yang diajukan untuk metode perhitungan tahun yang akan dipakai, yaitu :

    • Dihitung sejak Rasulullah lahir

    • Dihitung sejak Rasulullah menjadi Rasul

    • Dihitung sejak Rasulullah melakukan Isra Mi’raj

    • Dihitung sejak tahun Hijrah

    Lalu kenapa Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu memilih menggunakan tahun Hijriyah dibandingkan memakai tahun usulan lainnya? Apakah ada alasan atau hikmah tertentu penggunaan tahun Hijriyah ini? Ya!

    Alasan dan hikmah utamanya adalah karena Hijrah adalah peristiwa besar umat Islam yang mengawali kesempurnaan dan perkembangan agama Islam. Di awali dengan Hijrah hingga akhirnya terbentuk suatu negara (khilafah) Islam di Madinah yang mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat, terutama untuk kaum muslimin. Hijrah adalah suatu peristiwa yang bukan hanya dilakukan oleh Rasulullah saja, tetapi oleh umat Islam (yaitu shahabat Rasulullah dari Muhajirin -Makkah-), dan makna Hijrah akan terus dijadikan motivasi dan dilakukan oleh setiap muslim kapanpun mereka berada.

    Alasan dan hikmah lainnya adalah untuk menghindari unsur pemujaan atau penyucian (taqdis) sesuatu hal yang sebenarnya tidak pantas dipuja/disucikan. Tahun Tuhan (Masehi), tahun Dewa, tahun Raja, tahun Nabi dan sebagainya dapat memperbesar unsur pemujaan dan taqdis manusia. Padahal dalam Islam tidak ada istilah dewa, raja/khalifah/amir hanya seorang penguasa, dan Nabi/Rasul yang merupakan seorang yang mendapat wahyu & mendapat tugas menyampaikan risalah kenabian tetapi Nabi/Rasul tetaplah seorang manusia yang tidak mempunyai hak sedikitpun untuk dipuja.

  2. Ta’zhim dan Taqdis

    Ta’zhim secara bahasa berarti membesarkan sesuatu. Taqdis secara bahasa berarti mensucikan suci sesuatu. Kedua kata ini sepertinya memiliki makna yang hampir sama tetapi sebenarnya berbeda. Membesarkan dan mensucikan adalah dua makna yang jauh berbeda.

    Dalam Islam, ta’zhim terhadap sesuatu itu yang memang besar ialah boleh karena ini merupakan masalah yang bersifat dunia. Contohnya adalah ta’zhim terhadap Hijrah, Hijrah memang merupakan peristiwa besar dan memang pantas dibesarkan, dan momen Hijrah inilah yang ditetapkan dasar Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu untuk perhitungan tahun Islam. Momen Hijrah atau kalender Hijriyah walaupun merupakan momen yang besar tetapi bukan merupakan sesuatu yang boleh disucikan. Karena itu walaupun Umar telah menetapkan sistem kalender Hijriyah dengan ta’zhim terhadap Hijrah, tetapi ia dan kaum muslimin tidak melakukan taqdis terhadap hal tersebut. Jika suatu peristiwa besar disucikan padahal hal itu tidak boleh disucikan, maka hal tersebut merupakan hal yang diharamkan dalam Islam.

    Bai’atur Ridhwan (perjanjian yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala) adalah bai’at (janji setia) kaum muslimin kepada Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam untuk tetap teguh dalam keimanan, dan kebulatan tekad untuk membalas kematian Utsman bin Affan (hal yang memicu peristiwa itu adalah kabar –yang ternyata kabar dusta– bahwa Utsman bin Affan telah dibunuh oleh orang kafir Quraisy). Bai’at itu dilaksanakan di bawah sebuah pohon di Hudaibiyah, dan dihadiri oleh kaum muslimin sebanyak 1400 atau 1500 orang. Peristiwa ba’iat ini diabadikan dalam surat Al-Fath ayat 18.

    Bai’atur Ridhwan termasuk peristiwa besar dan layak untuk di-ta’zhim. Pada masa Khulafa ar-Rasyidin Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu, sebagian kaum muslimin yang masih kurang mengerti tentang Tauhid mensucikan (taqdis) dan mengkeramatkan pohon tempat terjadinya Bai’atur Ridhwan itu. Mereka melakukan shalat di bawahnya, thawaf, nazar kepadanya, dan segala bentuk ibadah lainnya, padahal tidak ada syari’at dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang menyuruh kaum muslimin untuk beribadah khusus di tempat tersebut. Melihat kondisi itu Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu memerintahkan seseorang untuk menebang pohon tersebut, alasannya untuk mencegah taqdis terhadap tempat tersebut.

  3. Urutan bulan sebelum adanya tahun Hijriyah

    Apakah urutan bulan Qamariyah sejak sebelum adanya tahun Hijriyah adalah sama dengan urutan setelah adanya tahun Hijriyah (yaitu Muharram, Shafar, dan seterusnya) ? Ya, urutan bulan Qamariyah dari dahulu kala memang seperti itu dan orang-orang Arab juga sudah mengenal nama bulan Qamariyah dengan urutan seperti itu.

    Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu hanya menetapkan sistem perhitungan tahun saja, yaitu tahun Hijriyah. Ketika Umar menetapkan perhitungan tahun yang dimulai sejak Rasulullah hijrah, Umar tidak menetapkan bulan pertama untuk sistem tahun itu adalah bulan ketika Rasulullah hijrah, melainkan membiarkan urutan bulan-bulan Qamariyah seperti yang sudah dipakai sebelumnya. Rasulullah dan Abu Bakar hijrah pada bulan Shafar, jika Umar mau, ia bisa saja menjadikan bulan Shafar sebagai bulan pertama tahun Hijriyah tetapi ia tidak melakukan hal tersebut. Alasan utamanya adalah urutan yang terbaik adalah urutan yang sudah dipakai sejak zaman dahulu dan merupakan salah satu cara untuk mencegah taqdis dalam masalah kalender Hijriyah.

  4. Bukti nama-nama bulan Qamariyah sudah ada sejak zaman dahulu

    Adakah bukti bahwa orang-orang Arab sudah mengenal sistem perhitungan bulan yang berdasarkan lamanya waktu Bulan mengelilingi Bumi berserta nama-nama dan urutan bulannya? Ada! Salah satu bukti paling mudah adalah Rasulullah lahir pada bulan Rabi’ul Awwal, dan pada saat itu belum ada tahun Hijriyah tetapi orang-orang Arab sudah mengetahui nama bulan Rabi’ul Awwal.

    Bukti lainnya adalah sebuah hadits ketika Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam mengetahui orang-orang Yahudi berpuasa pada 10 Muharram (Hari Asyura) :

    قَدِمَ النَّبِيُّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏الْمَدِينَةَ ‏ ‏فَرَأَى ‏ ‏الْيَهُودَ ‏ ‏تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ ‏ ‏مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ ‏ ‏بَنِي إِسْرَائِيلَ ‏ ‏مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ ‏ ‏مُوسَى ‏ ‏قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ ‏ ‏بِمُوسَى ‏ ‏مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ‏

    Rasulullah tiba di Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi shaum pada hari Asyura. Rasulullah bertanya, “Ada apa ini?” Mereka berkata, “Ini adalah hari baik. Ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Maka Nabi Musa shaum.” Rasulullah bersabda, “Aku lebih berhak daripada Musa daripada kalian.” Maka beliau shaum dan memerintahkan shahabatnya shaum <Bukhari no : 2004>.

    Berdasarkan riwayat itu, kita dapat menyimpulkan bahwa orang-orang Yahudi sejak dahulu sudah mengetahui 10 Muharram, yang berarti juga mengetahui nama-nama dan urutan bulan Qamariyah. Ini adalah bukti tambahan bahwa sebenarnya bulan Qamariyah tidak hanya dikenal oleh orang-orang Arab ribuan tahun lalu, tetapi juga dikenal oleh orang-orang selain Arab pada zaman dahulu puluhan ribu tahun yang lalu.

    Informasi tambahan : Walaupun orang-orang Yahudi mengetahui nama-nama dan urutan bulan Qamariyah, mereka tidak menggunakan sistem ini (Bulan mengelilingi Bumi) sebagai kalender mereka melainkan memakai sistem campuran antara sistem Qamariyah (lunar) dengan Syamsiyah/Miladiyah (solar) yang juga disebut lunasolar. Sedangkan nama dan urutan bulan yang digunakan dalam sistem kalender lunasolar itu adalah berdasarkan nama-nama bulan dari Babilonia. (http://www.friesian.com/calendar.htm).

  5. Menyambut tahun baru Hijriyah

    Bagaimana cara menyambut tahun baru Hijriyah? Apakah harus berpesta pora seperti yang dilakukan orang-orang dalam merayakan tahun baru Masehi? Atau melakukan suatu ibadah khusus untuk merayakan tahun baru Hijriyah?

    Hal yang perlu diperhatikan dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah menyambutnya dengan ta’zhim dan jangan menyambutnya dengan taqdis.

    Contoh ta’zhim dalam hal ini adalah dengan menceritakan orang lain tentang peristiwa Hijrah (tentu saja cara menceritakannya bebas, bisa dengan ceramah, obrolan santai, diskusi, bahkan blogging 🙂 ), menceritakan hikmah Hijrah, memberi semangat tahun baru Hijriyah, dan sejenisnya.

    Salah satu bentuk taqdis adalah beribadah kepada sesuatu yang dianggap suci itu. Dalam hal ini hindarilah suatu perbuatan ibadah yang dilakukan khusus untuk menyambut tahun baru Hijriyah, atau bulan lainnya yang Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak menyuruh kaum muslimin untuk melakukan suatu ibadah khusus pada bulan tersebut.

    Sedangkan pesta pora yang menghamburkan harta dengan sia-sia bukanlah sifat seorang muslim dan Islam melarang menghamburkan harta dengan sia-sia.

  6. Lebaran anak yatim

    Sebagian orang ketika menceritakan tentang tahun baru Hijriyah, mereka menyebutkan bahwa bulan Muharram adalah lebaran anak yatim. Penulis tidak tahu kenapa bisa muncul istilah lebaran anak yatim yang identik dengan bulan Muharram, tetapi jika dicari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk mencari kata “lebaran anak yatim” maka hal itu tidak ditemui.

    Terdapat beberapa hal yang aneh dalam masalah hari raya umat Islam di Indonesia, yaitu Idul Fithri disebut sebagai Lebaran doang, Idul Adha sebagai Lebaran Haji dan Tahun Baru Hijriyah / Muharram sebagai Lebaran anak yatim. Penulis tidak mengetahui asal-usul ketiga istilah tersebut, herannya lagi ketiga istilah tersebut (terutama Lebaran dan Lebaran Haji) lebih populer di Indonesia daripada istilah aslinya. Ajib, ne?

    Memelihara/menyantuni anak yatim merupakan salah satu amal kebaikan yang diajarkan dalam agama Islam dan hal tersebut bebas dilakukan kapan saja dikarenakan tidak ada dalil khusus yang menyatakan bahwa seorang muslim hendaknya memelihara/menyantuni anak yatim pada suatu hari/bulan/tahun tertentu.

  7. Amalan khusus pada bulan Muharram

    Amalan khusus pada bulan Muharram yang memiliki riwayat yang shahih adalah shaum sunnah Asyura, yaitu pada tanggal 10 Muharram. Riwayat hadits ini telah penulis sebutkan pada poin 4, silakan membacanya kembali jika dibutuhkan. Selain shaum pada tanggal 10 Muharram, shaum pada tanggal 9 Muharram juga sunnah, dalilnya adalah : Rasulullah bersabda, “Seandainya aku masih hidup hingga tahun depan, pasti aku akan shaum pada hari ke sembilan.” Namun, belum tiba tahun depan beliau telah lebih dahulu wafat. <<Hadits Riwayat Muslim>>. Dari sisi pahala shaum Asyura dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu <<Hadits Riwayat Muslim>>.

    Berdasarkan dalil-dalil di atas, amalan khusus pada bulan Muharram yang disyari’atkan dan dapat dilakukan oleh setiap muslim adalah shaum pada hari Asyura saja atau shaum pada hari Asyura+hari ke-9 pada bulan Muharram.

  8. Jika satu kalender Hijriyah belum terwujud

    Bagaimana jika satu kalender Hijriyah untuk semua umat Islam belum dapat terwujud? Maka kalender Hijriyah apa yang sebaiknya dipakai? Kalender pemerintah masing-masing, kalender Arab Saudi, atau kalender apa?

    Jika Anda memilih pendapat setiap negeri memiliki ru’yah masing-masing, maka Anda dapat memakai kalender pemerintah di tempat Anda berasal (jika di Indonesia maka kalender pemerintah RI). Tetapi jika Anda memilih pendapat satu ru’yah untuk semua negeri, atau Anda tinggal di negeri yang mayoritas non-muslim yang tidak peduli dengan Islam apalagi kalender Hijriyah (misalnya negara Eropa), maka Anda dapat memakai kalender Hijriyah suatu negeri yang paling Anda percayai.

    Pendapat pribadi penulis dalam masalah ini adalah penulis memilih pendapat satu ru’yah untuk semua negeri dan kalender Hijriyah yang paling penulis percayai adalah Arab Saudi. Alasan penulis memilih Arab Saudi bukan karena Arab Saudi merupakan negara yang paling bagus/sempurna, karena Arab Saudi juga punya banyak kelemahan disamping mempunyai banyak kelebihan yang tidak dimiliki negara lainnya. Alasan penulis memilih memakai kalender Hijriyah Arab Saudi adalah :

    • Arab Saudi adalah negara yang masih menjalankan syari’at Islam (sekalipun belum sempurna dan masih terdapat kelemahan dari sisi pemerintahannya).

    • Ka’bah, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Makkah, Madinah, Arafah berada di Arab Saudi dan dikuasai oleh pemerintah Arab Saudi.

    • Walaupun metode penentuan hilal di Arab Saudi masih belum sempurna (masih cukup sering mendapat kritikan dan vonis keliru dalam penentuan hilal menurut beberapa negara lain), tetapi keputusan penentuan hilal Arab Saudi tetap diikuti oleh negara lain seperti Bahrain, Kuwait, Mesir (Mesir sifatnya masih terkadang mengikuti; biasanya Mesir mengikuti Arab Saudi dalam penentuan hilal bulan Dzulhijjah), Oman, Qatar, Uni Emirat Arab, beberapa negara Eropa, dan beberapa negara lainnya.

    • Arab Saudi juga pernah dijadikan patokan mathla (tempat muncul hilal) pada Konvensi Istambul 1978 oleh para ahli hisab dan ru-yah dari 19 negeri Muslim di dunia.

    Oh ya, tanggal 1 Muharram 1429 H di Arab Saudi bertepatan pada tanggal 9 Januari 2008, tanggal tersebut berbeda satu hari dengan kalender Hijriyah Indonesia. Awal tahun yang berbeda ini membuat penulis berpikiran bahwa Ramadhan, Idul Fithri, dan Idul Adha 1429 H mungkin akan terjadi perbedaan waktu, baik Indonesia dengan negara lain maupun pemerintah Indonesia dengan masyarakatnya sendiri.

  9. Empat bulan Haram

    Di antara 12 bulan Qamariyah terdapat 4 bulan haram, sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala : ((( Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu [At-Taubah (9) : 36] ))).

    Empat bulan yang dimaksud adalah tiga bulan berurutan dan satu bulan terpisah, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Secara bahasa makna bulan haram adalah bulan yang disucikan, tetapi secara istilah yang dimaksud bulan haram adalah bulan yang tidak diperbolehkan melakukan penyerangan atau penumpahan darah atau membunuh (kecuali jika diserang oleh musuh). Sedangkan taqdis dalam bentuk ibadah pada empat bulan haram itu tidak diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang memerintahkannya, misalnya pada bulan Muharram dengan shaum Asyura, sedangkan pada bulan Dzulhijjah adalah ibadah haji bagi orang-orang yang menunaikan haji; shaum Arafah dan menyembelih hewan Qurban bagi orang-orang yang tidak menunaikan haji.
    ‏ ‏الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ ‏ ‏مُضَرَ ‏ ‏الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ ‏

    Rasulullah bersabda, “Waktu itu telah berputar dalam bentuknya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu 12 bulan, empat di antaranya adalah bulan haram (suci). Tiga di antaranya berurutan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. (Dan yang ke-4) adalah Rajab Bani Mudhar yang ada di antara Jumuda ats-Tsaniyah dan Sya’ban.” <Bukhari no : 3197>

  10. Makna Hijrah.

    Secara bahasa hijrah berarti meninggalkan. Hijrah dari sisi sejarah Islam berarti meninggalkan kota Makkah menuju Madinah. Makna Hijrah dari Makkah ke Madinah sudah berakhir ketika Fathul Makkah dan tidak diperintahkan lagi untuk kaum muslimin.

    Sedangkan makna Hijrah dari sisi istilah adalah :

    • Meninggalkan tempat Syirik ke tempat Tauhid.

    • Meninggalkan tempat buruk/maksiat ke tempat yang baik.

    • Meninggalkan perbuatan buruk ke perbuatan yang baik.

    Hijrah dari sisi istilah seperti tiga makna di atas masih diperintahkan untuk setiap kaum Muslimin.

O. Penutup

Pada bagian akhir ini penulis akan membuat beberapa kesimpulan utama dari apa yang sudah dibahas sebelumnya :

  1. Tahun Hijriyah merupakan perhitungan tahun yang dimulai dari peristiwa Hijrah Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam (dan para shahabat). Tahun ini ditetapkan sejak masa Khulafa ar-Rasyidin yang ke-2 Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu.

  2. Tahun Hijriyah memakai perhitungan Bulan yang mengitari Bumi yang terdiri dari 12 bulan, yaitu (berurutan) Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabiu’ts Tsani, Jumadil ‘Ula (Jumadil Awwal), Jumadil Ukhra (Jumadits Tsani), Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Empat bulan diantaranya adalah bulan haram (bulan yang tidak diperbolehkan melakukan penyerangan atau penumpahan darah atau membunuh) yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

  3. Persamaan kalender Hijriyah untuk satu umat Islam merupakan sesuatu yang cukup penting dan bermanfaat dalam masalah dunia maupun agama/ibadah.

  4. Jika setiap pemimpin negeri muslim (dan perwakilan muslim lainnya dari berbagai negara) berkumpul untuk membicarakan masalah ini, lalu memilih pendapat satu ru’yah untuk semua negeri dengan pertimbangan kesatuan umat Islam di seluruh dunia, lalu ditambah dengan dipakainya ilmu hisab yang dibantu dengan teknologi dan alat astronomi yang canggih pada zaman ini, Insya Allah, umat Islam dapat memiliki satu kalender Hijriyah yang sama.

  5. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyambut tahun baru Hijriyah (dan permasalahan besar dalam masalah dunia lainnya) adalah menyambutnya dengan ta’zhim dan jangan sampai menyambutnya dengan taqdis.

  6. Beberapa istilah yang belum jelas dalam tahun Hijriyah di suatu negeri perlu diperiksa kembali kebenarannya, misalnya tentang nama Lebaran, Lebaran Haji, dan Lebaran anak yatim.

  7. Jika satu kalender Hijriyah belum dapat terealisasikan dan jika Anda memilih pendapat setiap negeri memiliki ru’yah masing-masing, maka Anda dapat memakai kalender pemerintah di tempat Anda berasal (jika di Indonesia maka kalender pemerintah RI). Tetapi jika Anda memilih pendapat satu ru’yah untuk semua negeri, atau Anda tinggal di negeri yang mayoritas non-muslim yang tidak peduli dengan Islam apalagi kalender Hijriyah (misalnya negara Eropa), maka Anda dapat memakai kalender Hijriyah suatu negeri yang paling Anda percayai.

  8. Makna Hijriyah perlu dipahami oleh setiap muslim dan berusaha untuk melakukannya dengan sebaik-baiknya.

Demikian penjelasan penulis tentang satu umat Islam satu kalender Hijriyah, kita berharap suatu saat nanti satu kalender Hijriyah untuk semua umat Islam dapat terealisasikan Amiin. Akhir kalimat, semoga tulisan ini dapat dimengerti dan bermanfaat untuk kita semua. Wallahu A’lam.

Yusuf KS.

Weblog : https://myks.wordpress.com

Link this article : https://myks.wordpress.com/2008/01/19/satu-umat-islam-satu-kalender-hijriyah/

PDF Version : http://www.kakikaku.com/yks/articles/satu_kalender_hijriyah.pdf

Referensi :

  • Hijri Calendar oleh Walid Muhanna.

  • Islam Online.net.

  • Kelengkapan Tarikh Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam oleh K.H. Munawir Chalil.

  • Majalah Al Muslimun No. 280/XXIV.

Update History :

– 13 Jumada al-Awwal 1429 H / 18 Mei 2008 :: Terdapat beberapa tambahan dan perbaikan untuk menyempurnakan tulisan ini.

11 Muharram 1429 H /19 Januari 2008 :: Publikasi di Colors of Johohoho.

– … < 11 Muharram 1429 H /19 Januari 2008 :: Tulisan sebelum dipublikasi.

19 responses to this post.

  1. SAYA SEORANG AHLI ASTRONOMI DAN MATEMATIKA

    KOMENTAR SSAYA, BAHWA SISTEM PENANGGALAN APAPUN DI BUMI INI TIDAK BISA DISAMAKAN SATU HARI SAMA SELURUH DUNIA.
    ANDA BELUM TAHU AJA. BAHWA DALAM PENANGGALAN MASEHI JUGA TERDAPAT PERBEDAAN SETIAP HARINYA DI SUATU TEMPAT DENGAN TEMPAT LAIN DI BUMI INI.

    MISAL, ADA BERADA DI INDONESIA, MAKA WAKTU MENUNJUKKAN PUKUL 10 PAGI HARI SENIN. TETAPI ANDA PERGI MENGGUNAKAN PESAWAT KE AMERIKA, MAKA DI AMERIKA PADA WAKTU YANG SAMA, MASIH MENUNJUKKAN PUKUL 10 MALAM HARI MINGGU.

    MAKA, DALAM ILMU PENANGGALAN, KITA MENGENAL GARIS TANGGAL MASEHI, YANG MMBAGI BUMI MENJADI 2 BAGIAN. MULAI DARI 180 DERAJAT BUJUR BARAT SAMPAI 180 BUJUR TIMUR, SUDAH MASUH HARI SENIN. TETAPI, DARI 180 DERAJAT BUJUR TIMUR SAMPAI 180 DERAJAT BUJUR BARAT, MASIH HARI MINGGU.

    BUMI = BULAT. JADI ADA KALANYA BELAHAN BUMI TIMUR SUDAH DULUAN MASUK TANGGAL/HARI BARU. ADA PULA BUMI BARAT MASIH TANGGAL/HARI YANG SAMA.

    Reply

  2. DARI ALBI FITRANSYAH

    UMAT ISLAM SELURUH DUNIA, GUNAKANLAH RUKYAT KOTA

    KONSEP RUKYAT KOTA YANG TERINTEGRASI SELURUH KOTA-KOTA DI DUNIA

    Assalamu’alaiukum.
    Saya seorang pengamat astronomi & seorang matematika.
    Berdasarkan pemahaman saya & kesepakatan dari ahli astonomi muslim , bahwa ada beberapa ketentuan internasional mengenai penanggalan islam , yaitu:

    1. Rukyat hilal
    adalah dasar pergantian bulan-bulan qamariyah.

    2. Pola pergerakan Bumi, Bulan, dan Matahari telah menyebabkan belahan Bumi yang pertama kali mengalami rukyat hilal selalu berubah-ubah setiap bulan.

    3. Umur bulan qamariyah secara syar’i adalah 29 atau 30 hari.

    4. Umur tanggal adalah setara dengan umur hari, yakni 24 jam , karena tidak logis ada tanggal yang umurya hanya beberapa jam saja atau adanya keragu-raguan, sebanarnya setelah lewat maghrib, masih tanggal berapa sih? Apa sudah tanggal baru atau masing tanggal lama.

    5. Saat pergantian tanggal di dalam kalender qamariyah adalah pada waktu ghurub Matahari .

    Dalam Muktamar ke-30 Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Lirboyo tahun 1999, rukyat internasional menjadi salah satu agenda bahasan Bahtsul Masail Diniyah. Permasalahannya adalah apakah boleh penentuan awal bulan qamariyah atau hijriyah, khususnya Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah, didasarkan atas rukyat internasional?
    Dengan pendekatan fiqh, muktamirin memutuskan bahwa penggunaan rukyat internasional untuk penentuan awal bulan qamariyah dengan mengenyampingkan batas-¬batas matla’ tidaklah dibenarkan.

    Di dalam wacana fiqh, jawaban untuk masalah ini diwakili oleh dua teori, yakni teori ittifaq al-Matali’ yang disusun oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, dan teori ikhtilaf al-Matali’ yang dibangun oleh mazhab Syafi’i. NU, sebagai ormas keagamaan Islam yang akrab dengan belukar pemikiran fiqh mazhab Syafi’i, tentu saja condong berpegang pada teori ikhtilaf al-mntali’.
    Menurut teori ittifaq al-Matali’, peristiwa terbit hilal yang dapat dirukyat dari suatu kawasan Bumi tertentu mengikat seluruh kawasan Bumi lainnya di dalam mengawali dan menyudahi puasa Ramadhan. Dasarnya ialah bahwa sabda Nabi Muhammad SAW: Sumu liru’yatihi… (berpuasalah kalian karena melihat hilal), itu ditujukan untukseluruh umat secara umum, sehingga apabila salah seorang dari mereka telah merukyat hilal, di belahan Bumi mana pun ia berada, maka rukyatnya itu berlaku juga bagi mereka seluruhnya.
    Sedangkan menurut teori ikhtilaf al-Matali’, rukyat hilal itu hanya berlaku untuk kawasan rukyat itu sendiri dan untuk semua kawasan lainnya yang terletak di sebelah baratnya. Sedangkan untuk sebelah timurnya, rukyat hilal itu hanya berlaku bagi kawasan yang berada di dalam atau tidak melampaui ¬batas matla’.

    Rukyat di suatu kawasan, menurut teori ini, tidak dapat diberlakukan untuk seluruh dunia karena, pertama, berdasarkan riwayat Kuraib yang ditakhrij oleh Imam Muslim, bahwa Ibnu Abbas yang tinggal di Madinah menolak berpegang pada rukyat penduduk Syam kendati telah diisbat oleh khalifah Mu’awiyah. Ibnu Abbas mengemukakan alasan, Hakadza Amarana Rasulullah (Begitulah Rasulullah menyuruh kami). Kedua, adanya perbedaan terbit dan terbenam Matahari di pelbagai kawasan di Bumi menyebabkan tidak mungkin seluruh permukaan Bumi disamaratakan sebagai satu matila’.
    Karena “ajaran” perbedaan matla’nya inilah, teori ikhtilaf al-Matali’ dengan mudah dipersepsi sebagai biang terjadinya perbedaan hari dalam memulai maupun mengakhiri puasa Ramadhan di berbagai kawasan di Bumi. Bahkan, lebih jauh, teori ini pun kemudian dituding sebagai pemicu perpecahan umat
    Maka, dalam beberapa tahun terakhir ini muncul di kampus-kampus gerakan untuk memasyarakatkan teori ittifaq al-Matali’ (kesatuan matla’ intemasional) yang diharapkan menjadi jurus pamungkas pemersatu awal dan akhir Ramadhan di seantero dunia. Malah bila perlu, untuk menuju kesatuan waktu ibadah tersebut kaum muslimin digalang untuk bersatu di bawah satu kepemimpinan Islam sejagat (khilafah).
    Tapi persoalannya, logiskah perintah Nabi SAW, Sumu liru’yatihi… itu difahami sebagai dalil yang menghendaki berlakunya rukyat secara intemasional? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihatnya dengan pendekatan yang proporsional.

    Pertama, kiranya kita sepakat bahwa hadis kandungan di atas adalah petunjuk tentang penentuan waktu memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan. Karena berkenaan dengan waktu, maka pemahaman akan implementasinya haruslah menggunakan logika sistem perjalanan waktu, bukan logika pengertian bahasa.

    Kedua, sunnatullah tentang sistem perjalanan waktu di Bumi adalah bersifat setempat-setempat (lokal), tidak bersifat global. Waktu di Bumi mengalir dari timur ke barat sejalan dengan aliran siang dan malam. Kawasan di timur mengalami syuruq dan ghurub Matahari lebih dulu daripada kawasan di barat. Semakin jauh jarak barat-timur antar kedua kawasan, semakin besar beda waktu antara keduanya. Maka, orang yang melakukan perjalanan jauh, melepaskan diri kawasan tinggalnya, akan menghadapi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan beda waktu.
    Dengan begitu, semua waktu yang disebut di dalam dalil-dalil syari’at logisnya adalah dipahami sesuai logika sistem perjalanan waktu di Bumi yang bersifat setempat-setempat itu. Kalau pada saat ghurub Matahari di Indonesia hilal belum bisa dirukyat, adalah tidak logis kalau kita kemudian mengikuti rukyatnya orang Mekah. Sama persis tidak logisnya dengan memahami masuknya waktu Zuhur untuk Indonesia pada kira-kira pukul 4 sore karena mengacu pada “tergelincir Matahari” nya Mekah, atau pada kira-kira pukul 10 pagi karena mengikuti “tergelincir Matahari”nya Tokyo.

    Kasus:

    a. Dalam kaitannya dengan penampakan hilal, di Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2007 terdapat 2 daerah yang dipisahkan oleh sebuah garis, sebut saja garis batas wujdul-hilal untuk mudahnya(lihat gambar).

    b. Daerah sebelah barat garis batas wujdul-hilal dipastikan (insya Allah) hilal sudah dapat dilihat.

    c. Daerah sebelah timur garis batas wujdul-hilal dipastikan (insya Allah) hilal belum dapat dilihat.

    Dengan demikian bila rukyat dilakukan di Jakarta (sebelah barat garis batas wujdul-hilal) pada tanggal 11 Oktober 2007 di waktu magrib, maka hasilnya menyimpulkan bahwa besoknya (tanggal 12 Oktober 2007) adalah 1 Syawwal 1428 H. Tetapi kalau rukyat itu dilakukan di Samarinda atau Menado atau Ambon yang letaknya di sebelah timur garis batas wujdul-hilal maka hasilnya, insya Allah, menyimpulkan bahwa besoknya (tanggal 12 Oktober 2007) belum 1 Syawwal.

    Butir kedua prinsip kesatuan wilayatul-hukmi essensinya mengatakan bahwa Muhammadiyah menganut prinsip “hanya ada satu Lebaran untuk satu negara”. Prinsip ini nampaknya dianut juga oleh kubu rukyat dan kubu Pemerintah. Buktinya, sepanjang sejarah kubu-kubu ini tidak pernah menetapkan dua daerah Lebaran di Indonesia. Catatan: Dua wilayah hari Raya tidak sama dengan hari Raya ganda. Hari Raya ganda maksudnya ada dua hari Raya untuk satu tempat.

    Isu Utama dan Isu Minor
    Sepanjang pengamatan kami, ada isu yang dihembuskan sebagai isu utama sebagai sumber perbedaan dalam menyimpulkan akhir/awal Ramadan, yaitu masalah definisi hilal. Isu ini minor karena kesepakatan dapat dilakukan dengan mudah jika kedua pihak-pihak yang berbeda pendapat ini keluar dan melihat hilal secara langsung dan sepakat benda itulah yang disebut hilal. Isu yang lebih utama lagi sebenarnya adalah prinsip kesatuan wilayatul hikmi. Secara kenyataan bahwa Indonesia tahun ini akan mempunyai dua zona penampakan hilal. Ini akan menimbulkan persoalan bukan saja bagi kubu hisab tetapi juga kubu rukyat kalau metodanya menggunakan prinsip kesatuan wilayatul hukmi. Lalu bagaimana menyatukannya? Apakah 1 Syawwal mengikuti daerah yang sudah ada penampakan hilal atau harus tunggu sampai semua daerah sudah ada penampakan hilal? Apapun keputusannya hasil akhirnya akan bersifat “tanpa dasar yang logis” (arbitrary). Jangan heran kalau pendapat ulama, bahkan imam mazhab berbeda-beda. Menurut Imam Hanafi dan Maliki, kalender kamariah harus sama di dalam satu wilayah hukum suatu negara, inilah prinsip wilayatul hukmi. Sedangkan menurut Imam Hambali, kesamaan tanggal kamariah ini harus berlaku di seluruh dunia, di bagian bumi yang berada pada malam atau siang yang sama. Sementara itu, menurut Imam Syafi’i, kalender kamariah ini hanya berlaku di tempat-tempat yang berdekatan, sejauh jarak yang dinamakan mathla’. Inilah prinsip matlak madzhab Syafi’i.

    Yang menarik adalah pendapat Ibn Abbas, salah satu ulama yang pernah hidup di masa Rasullulah. Riwayat Kuraib yang diceritakan oleh Muslim bahwa Khalifah Mu’awiyyah di Damaskus shaum/puasa pada hari Jumat sementara Ibnu Abbas di Madinah shaum/puasa pada hari Sabtu. Ketika Kuraib bertanya kepada Ibnu Abbas kenapa tidak berbarengan saja dengan Mu’awiyyah, Ibnu Abbas r.a. menjawab : “Tidak, beginilah Rasulullah saw, telah memerintahkan kepada kami”. Yang dimaksud oleh Ibnu Abbas tentu saja hadist nabi saw yang dikutip di atas. Padahal Damaskus dan Madinah waktu itu masih dalam satu wilayah hukum/satu kekhalifahan.

    Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada ayat al-Quran atau hadist yang bisa dikatakan memenuhi persyaratan cukup untuk menunjang konsep prinsip kesatuan wilayatul hukmi Ada hadist yang kadang diajukan sebagai dalil untuk penerapan prinsip kesatuan wilayatul hukmi, yaitu:

    Bahwa seorang Arab Baduwi datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata: “Saya telah melihat hilal (Ramadhan)”. Rasulullah saw. lalu bertanya: “Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah?” Orang itu menjawab,’Ya.’ Kemudian Nabi SAW menyerukan: “Berpuasalah kalian” (HR. Abu Dawud, An Nasa`i, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).

    Tetapi hadist ini tidak bisa memenuhi syarat cukup sebagai dasar argumen untuk penerapan prinsip kesatuan wilayatul hukmi. Dalam hadist ini tidak disebutkan adanya isu perbedaan zona penampakan hilal. Apakah orang badui ini melihatnya di tempat yang jauh dari Madinah (tempat tinggal rasullulah) yang memungkinkan adanya perbedaan zone penampakan hilal? Tidak ada penjelasan

    Dengan kata lain, dasar hukum penggunaan prinsip kesatuan wilayatul hukmi tidak ada mempunyai persyaratan yang cukup. Para mazhab tidak punya kesamaan dan tidak diatur dalam hadist atau al-Quran.

    Pertama harus diakui bahwa tidak benar cara hisab dan rukyat adalah isu utama dari perbedaan hasil penentuan 1 Syawwal.

    Kedua harus diakui bahwa prinsip kesatuan wilayatul-hukmi adalah salah tempat dan salah applikasi. Prinsip kesatuan wilayatul-hukmi sebagai opini ulama, tidak bisa membatalkan hadist untuk menentukan akhir puasa (shaum) atau al-Quran untuk menentukan tanggal. Oleh sebab itu di Indonesia yang wilayahnya membentang sangat lebar (5,271 km) dan luas (1,919,440 km persegi) tidak mungkin selalu diberlakukan 1 hari Lebaran, tanpa melanggar juklak dari rasullulah (hadist nabi) dan pedoman al-Quran. Kadang-kadang Lebaran di Jakarta dan di Menado berbeda. Seperti halnya waktu sholat, waktu puasa dan Iedul Fitri tidak perlu sama untuk semua wilayah republik Indonesia. Jadi tahun ini ada dua wilayah Iedul Fitri di Indonesia, bukan dua Lebaran. Wilayah pertama adalah sebelah barat garis batas wujdul-hilal seperti kepulauan Tanibar, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat serta daerah-daerah di sebelah baratnya akan berhari Raya pada tanggal 12 Oktober 2007. Selebihnya dibagian timur akan berhari Raya pada tanggal 13 Oktober 2007).

    Kesimpulan:

    1. Di dalam kalender Islam terdapat garis tanggal wujudul hilal, yang dapat membelah bumi dengan posisi kemiringan tertentu. Sehingga selalu, dari batas garis wujudul hilal tersebut ke arah barat , kemungkinan melihat hilal semakin mungkin.

    2. Garis tanggal pembeda di atas pada setiap bulan dalam penanggalan Islam akan berubah-ubah letak dan posisinya. Jadi, bisa saja membelah suatu negara yang sangat luas.

    3. Seharusnya, dalam menentukan awal bulan, dalam hal ini penanggalan Islam, hendaknya saya mengusulkan agar, membuat DAFTAR KOTA-KOTA YANG SUDAH MASUK TANGGAL 1 ATAU BELUM. Misal:

    -Daftar kota-kota di seluruh dunia yang sudah masuk tanggal 1 adalah:
    Jakarta, Tanggerang, Pontianak, Padang, Medan, Aceh, Kuala Lumpur, Penang, Bangkok, New Delhi, Jeddah, Riyadh, Mekkah, Madinah, Kairo, London, dan seterusnya sampai ke barat sampai bertemu di titik garis wujudul hilal kembali>

    -Daftar kota-kota di seluruh dunia yang belum masuk tanggal 1 adalah:
    Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Garut, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Ujung Panjang, Jayapura, Tokyo, terus ke barat sampai bertemu di titik garis batas wujudul hilal tadi

    Sehingga, saya atas nama ahli falaq mengusulkan kepada Pemerintah Republik Indonesia, Departemen Agama RI, agar jika garis tanggal Wujudul hilal melewati Negara Indonesia, maka harus dilakukan pembagian wilayah waktu tanggal, seperti disebutkan sebelumnya.

    4. Tidak menjadi masalah dalam 1 negara terdapat 2 penanggalan yang berbeda . Tetapi dalam 1 kota diharuskan berada pada hari yang sama.

    5. Berdasarkan garis wujudul hilal di atas, kota-kota yang belum dapat melihat hilal tadi pada Ghurub Maghrib di tempat terbitnya hilal pertama kali, secara ilmiyah, pasti besoknya pada Ghurub matahari hari berikutnya pasti hilal akan nampak juga.

    6. HIZBUT TAHRIR, adalah salah. Jika kita akan menggunakan penanggalan apapun, pastinya harus ada garis tanggal yang membelah bumi menjadi 2 bagian yang berbada.

    7. HIZBUT TAHRIR telah mencampur adukkan penanggalan Islam dengan penanggalan Masehi.

    8. HIZBUT TAHRIR tidak memahami syarat-syarat penanggalan.

    9. Dengan menggunakan dan mengetahui garis tanggal wujudul hilal, maka tidak akan mengalami kekacauan penanggalan.

    10. Meskipun dunia telekomunikasi, internet, satelite, telah maju, sehingga seluruh dunia dapat menerima kabar hilal di suatu tempat, maka :
    JANGAN MEMEBRIKAN INFORMASI MUNCULNYA HILAL DI SUATU KOTA KEPADA ORANG YANG BERADA DI SEBELAH TIMUR.
    BERITAKANLAH KABAR MUNCULNYA HILAL KEPADA KOTA-KOTA YANG BERADA DI SEBELAH BARATNYA.

    11. Bumi adalah bulat. Tidak Datar.

    12. Jika tidak ada garis tanggal wujudul hilal, maka akan kacaulah penanggalan islam yang digunakan.

    13. HIZBUT TAHRIR TIDAK MEMAHAMI KAJIAN ILMIYAH ASTRONOMIS YANG ADA

    14. Seperti halnya, jadwal sholat, yang mana setiap kota di seluruh Indonesia berbeda-beda. Di Jakarta, maghrib jam 18.00 WIB, sedangkan di Bandung maghrib jam 17.55 WIB. Di Jogja maghrib jam 17.46 WIB.
    Jadi, dalam hal ini wujudul hilal sebagai pembelah bumi juga harus ada.
    15. Dilema yang muncul bila sistem hilal global dipergunakan sebagai acuan adalah pada awal dan akhir ibadah shaum, di bagian timur garis pergantian bulan umat Islam akan berpuasa sebelum waktunya (hilal penentu awal shaum belum ada). Bila awal shaum menunggu pengamat bagian barat dapat melihat hilal, berarti sebagian umat Islam di sebelah timur akan memulai puasa selepas fajar subuh bahkan setelah terbit matahari. Sebaliknya bisa terjadi sebagian Muslim di barat memulainya selepas fajar subuh sehari sebelumnya, bila hilal telah berhasil diamati di bagian timur garis tanggal.

    MATEMATIKAWAN, & PENGAMAT ASTRONOMI MUSLIM, ALBI FITRANSYAH,S.Si

    Reply

  3. KOMENTAR SSAYA, BAHWA SISTEM PENANGGALAN APAPUN DI BUMI INI TIDAK BISA DISAMAKAN SATU HARI SAMA SELURUH DUNIA. ANDA BELUM TAHU AJA. BAHWA DALAM PENANGGALAN MASEHI JUGA TERDAPAT PERBEDAAN SETIAP HARINYA DI SUATU TEMPAT DENGAN TEMPAT LAIN DI BUMI INI.
    MISAL, ADA BERADA DI INDONESIA, MAKA WAKTU MENUNJUKKAN PUKUL 10 PAGI HARI SENIN. TETAPI ANDA PERGI MENGGUNAKAN PESAWAT KE AMERIKA, MAKA DI AMERIKA PADA WAKTU YANG SAMA, MASIH MENUNJUKKAN PUKUL 10 MALAM HARI MINGGU.

    Sistem penanggalan atau kalender itu adalah sistem susunan hari-hari dalam beberapa waktu (bulanan hingga tahunan). Dengan begini tujuan menyamakan hari atau malam (bukan waktu secara spesifik : jam, menit, detik, tetapi waktu secara umum : hari atau malam) dalam suatu sistem kalendar sangat bisa terwujud.

    Sebagai contoh : Pada umumnya negara-negara yang menggunakan sistem kalender Masehi Gregorian pasti memiliki hari dan tanggal yang sama tetapi jam atau menitnya dapat berbeda-beda. Ada beberapa negara yang lebih cepat (jam atau menitnya) dan terdapat beberapa negara yang lebih lambat(jam atau menitnya) dalam mencapai hari-hari mereka, tetapi mereka tetap memiliki hari dan tanggal yang sama.

    Pada kalender Masehi Gregorian, tanggal 18 Mei 2008 adalah hari Ahad, dan semua negara yang memakai sistem kalender ini sama-sama memakai kalender bahwa tanggal 18 Mei 2008 adalah hari Ahad, hanya saja terdapat beberapa negara yang lebih cepat (jam atau menitnya) dan terdapat beberapa negara yang lebih lambat(jam atau menitnya) dalam suatu hari karena perbedaan geografis Bumi. Jika saat ini di Jakarta 18 Mei 2008 adalah hari Ahad jam 6 pagi, maka di Kuala Lumpur 18 Mei 2008 hari Ahad jam 7 pagi, di Tokyo 18 Mei 2008 hari Ahad jam 8pagi, di Sydney18 Mei 2008 hari Ahad jam 9pagi, di Riyadh 18 Mei 2008 hari Ahad jam 2 pagi, di London 17 Mei 2008 hari Sabtu jam 11 malam, di Grandline Greenland 17 Mei 2008 hari Sabtu jam 8 malam, di Arizona 17 Mei 2008 hari Sabtu jam 4 sore. Pada permisalan tersebut London, Grandline Greenland, dan Arizona memang berbeda dengan hari dengan Jakarta, Kuala Lumpur, Tokyo, Sydney, dan Riyadh disebabkan perbedaan geografis yang menyebabkan ketiga negara itu memiliki perbedaan waktu (jam/menit) yang jauh sehingga ketiga negara itu “lebih lambat” dalam menempuh hari Ahad 18 Mei 2008. Tetapi dalam beberapa jam ke depan, ketiga negara itu akan tetap menempuh hari yang sama dengan negara-negara yang “lebih dahulu/cepat” dalam menempuh hari Ahad 18 Mei 2008. Pada kasus ini, negara-negara yang memakai sistem kalender Masehi Gregorian pasti menyatakan bahwa tanggal 18 Mei 2008 itu hari Ahad, hanya saja terdapat beberapa negara yang lebih cepat (jam atau menitnya) dan terdapat beberapa negara yang lebih lambat(jam atau menitnya) dalam mencapai tanggal 18 Mei 2008.

    Pada tahun 2007, 12 Oktober 2007 adalah hari Jum’at dalam sistem kalender Masehi Gregorian. Bagi sebagian masyarakat Indonesia dan beberapa negara Arab 12 Oktober 2007 = 1 Syawwal 1428 = Jum’at. Tapi bagi versi pemerintah 13 Oktober 2007 = 1 Syawwal 1428 = Sabtu. Seluruh wilayah Indonesia jika memakai sistem kalender Masehi Gregorian menyatakan bahwa tanggal 12 Oktober 2007 adalah hari Jum’at dengan perbedaan waktu maksimal sekitar 3 jam. Tapi jika ditanya di Indonesia tanggal 1 Syawwal 1428 H itu hari apa? Ada yang hari Jum’at, ada yang hari Sabtu, padahal sebelumnya mereka kompak dalam menggunakan sistem kalender Masehi Gregorian. Kenapa bisa begini, ada sesuatu yang aneh, ada sesuatu yang salah kah!? D an kesalahan itu harus diperbaiki, dicari solusinya, lalu diterapkan solusi tersebut.

    Jika penyamaan hari dan tanggal dapat terwujud dengan menggunakan sistem kalender Masehi Gregorian, maka pada dasarnya umat Islam juga bisa menyatukan hari dan tanggal Hijriyah mereka dalam menggunakan suatu sistem yang telah disepakati, entah itu hisab murni atau campuran hisab dan ru-yah. Para ahli hisab dan ahli ru-yah hanya perlu menentukan suatu patokan waktu dan negara-negara mana yang lebih cepat dan negara-negara mana yang lebih lambat dalam menempuh hari dan tanggal hijriyah tersebut.

    Di dalam wacana fiqh, jawaban untuk masalah ini diwakili oleh dua teori, yakni teori ittifaq al-Matali’ yang disusun oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, dan teori ikhtilaf al-Matali’ yang dibangun oleh mazhab Syafi’i. NU, sebagai ormas keagamaan Islam yang akrab dengan belukar pemikiran fiqh mazhab Syafi’i, tentu saja condong berpegang pada teori ikhtilaf al-mntali’.

    Berguru, menyukai, atau berpegang dalam suatu madzhab dengan tidak fanatik, maka hal itu boleh saja. Hanya saja sebagai Muslim kita perlu mengkaji dan memperbandingkan antara madzhab-madzhab fiqih yang ada, sehingga kita dapat mengetahui suatu pendapat apa yang lebih kuat dengan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pada zaman dahulu, jika seorang thalibul ilmu (penuntut ilmu) ingin mencari ilmu, maka ia harus mencari guru-guru di negeri-negeri yang jauh, terkadang seorang hanya sempat mendapatkan guru-guru yang bermadzhab A, tapi tidak sempat bertemu dengan guru-guru yang bermadzhab yang lain, sehingga seumur hidup ia hanya berpendapat sesuai dengan madzhab yang dipelajari itu, dan tidak dapat memperbandingkan dengan guru-guru bermadzhab yang lain, bahkan untuk mengkaji kitab-kitab madzhab lainpun sangat sulit karena kondisi zaman dahulu yang tidak secanggih zaman sekarang. Tapi saat ini seorang Muslim dapat mempelajari dan mengkaji kitab-kitab agama Islam dengan mudah, entah dengan media cetak (buku dsb) atau media elektronik (e-book dsb). Salah satu nikmat yang harus kita syukuri kepada Allah, dan itu harus dapat kita pergunakan dengan baik, salah satu caranya dengan memperbandingkan pendapat-pendapat yang sudah ada dan memilih yang terbaik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mengikuti suatu madzhab fiqh itu tidak wajib, tapi yang wajib adalah menggunakan sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Selanjutnya mempelajari pendapat-pendapat para ulama yang komitmen dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, jika terjadi suatu perbedaan, maka seseorang perlu memilih pendapat mana yang menurutnya paling kuat berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa fanatik pada suatu ulama, ustadz, syaikh, kyai, atau madzhab.

    Rukyat di suatu kawasan, menurut teori ini, tidak dapat diberlakukan untuk seluruh dunia karena, pertama, berdasarkan riwayat Kuraib yang ditakhrij oleh Imam Muslim, bahwa Ibnu Abbas yang tinggal di Madinah menolak berpegang pada rukyat penduduk Syam kendati telah diisbat oleh khalifah Mu’awiyah. Ibnu Abbas mengemukakan alasan, Hakadza Amarana Rasulullah (Begitulah Rasulullah menyuruh kami).

    Tanggapan ini sudah saya jawab di tulisan (revisi) saya Penentuan Hilal dan Ru-yah dan Hisab pada bagian M. Pendapat yang Ideal tentang ru-yah.

    Kedua, adanya perbedaan terbit dan terbenam Matahari di pelbagai kawasan di Bumi menyebabkan tidak mungkin seluruh permukaan Bumi disamaratakan sebagai satu matila’.

    Hal yang bisa disamakan adalah hari dan tanggal Hijriyahnya. Lihat kembali tanggapan saya sebelumnya.

    Karena “ajaran” perbedaan matla’nya inilah, teori ikhtilaf al-Matali’ dengan mudah dipersepsi sebagai biang terjadinya perbedaan hari dalam memulai maupun mengakhiri puasa Ramadhan di berbagai kawasan di Bumi. Bahkan, lebih jauh, teori ini pun kemudian dituding sebagai pemicu perpecahan umat

    Saya tidak tahu siapa yang berpendapat seperti itu, tapi jika memang ada yang berpendapat seperti itu, maka itu merupakan pendapat yang ekstrim. Pendapat setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing merupakan sebagian pendapat ulama, dan perbedaan pendapat yang terjadi dalam masalah yang bukan paling penting dari yang paling penting (seperti masalah Aqidah, Iman, dan sebagainya) itu masih wajar, jadi walaupun berbeda pendapat dalam hal itu para ulama tetap saling menghormati. Selanjutnya kita perlu membandingkan pendapat-pendapat yang berbeda tersebut dan memilih pendapat mana yang menurutnya paling kuat berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pendapat pribadi saya adalah bahwa pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama, Insya Allah, yaitu satu ru-yah untuk semua negeri (tidak ada perbedaan mathla).
    Silakan baca tulisan (revisi) saya Penentuan Hilal dan Ru-yah dan Hisab untuk lebih lengkap.

    Maka, dalam beberapa tahun terakhir ini muncul di kampus-kampus gerakan untuk memasyarakatkan teori ittifaq al-Matali’ (kesatuan matla’ intemasional) yang diharapkan menjadi jurus pamungkas pemersatu awal dan akhir Ramadhan di seantero dunia.

    Sebenarnya masalah ini sudah cukup lama. Sayyid Sabiq sudah menyebutkan pendapat jumhur ulama adalah satu ru-yah untuk semua negeri (tidak ada perbedaan mathla), bahkan ulama-ulama lain sebelum Sayyid Sabiq juga sudah menyatakan hal seperti itu. Tahun 1978 di Istambul pernah terjadi para ahli hisab dan ahli ru-yah dari 19 negara yang bersepakat dengan satu ru-yah untuk semua negeri (tidak ada perbedaan mathla) dengan patokannya adalah Arab Saudi, perestiwa ini lalu dikenal dengan nama Konvensi Istambul. Jadi hal ini bukanlah sesuatu hal yang baru, apalagi jika dikatakan bahwa pendapat ini identik dengan satu ORMAS Islam tertentu.

    Malah bila perlu, untuk menuju kesatuan waktu ibadah tersebut kaum muslimin digalang untuk bersatu di bawah satu kepemimpinan Islam sejagat (khilafah).

    Hal yang disatukan/samakan bukan waktu ibadah, tapi yang disamakan adalah hari dan tanggal hijriyah dengan menggunakan pendapat satu ru-yah untuk semua negeri (tidak ada perbedaan mathla). Sedangkan pembuatan kalender itu bukanlah ibadah, tetapi merupakan hal yang bersifat dunia dan juga merupakan sebuah sarana. Sepengetahuan saya tidak ada yang sampai menyatakan bahwa waktu ibadah (secara umum termasuk waktu shalat) perlu disatukan di seluruh dunia.

    Pertama harus diakui bahwa tidak benar cara hisab dan rukyat adalah isu utama dari perbedaan hasil penentuan 1 Syawwal.

    Pada kenyataannya perbedaan cara hisab dan ru-yah di sebagian negara (misalnya Indonesia) dapat menyebabkan perbedaan penentuan hilal. Sudah beberapa tahun umat Islam di Indonesia tidak merayakan Idul Fithri pada hari yang sama?! Saya berpendapat bahwa sebenarnya hisab dan ru-yah itu tidak bertentangan ( untuk lebih lengkap : Penentuan Hilal dan Ru-yah dan Hisab).

    6. HIZBUT TAHRIR, adalah salah. Jika kita akan menggunakan penanggalan apapun, pastinya harus ada garis tanggal yang membelah bumi menjadi 2 bagian yang berbada.

    7. HIZBUT TAHRIR telah mencampur adukkan penanggalan Islam dengan penanggalan Masehi.

    8. HIZBUT TAHRIR tidak memahami syarat-syarat penanggalan.

    13. HIZBUT TAHRIR TIDAK MEMAHAMI KAJIAN ILMIYAH ASTRONOMIS YANG ADA

    Sepertinya komentar akh Albi ini tujuan awal/utamanya bukan untuk menanggapi tulisan saya karena akh Albi sampai menyebut-nyebut Hizhbut Tahrir, yang organisasi itu tidak saya sebutkan baik dalam tulisan Penentuan Hilal dan Ru-yah dan Hisab maupun tulisan Satu Umat Islam Satu Kalender Hijriyah.

    Hizhbut Tahrir (HT) bukanlah pihak pertama yang menyatakan pendapat satu ru-yah untuk semua negeri (tidak ada perbedaan mathla), jauh sebelum HT terbentuk sudah ada orang lain yang menyatakan pendapat seperti itu. Kasihan sekali HT disalah-salahkan padahal masih terdapat banyak orang lain yang bukan HT yang berpendapat pendapat satu ru-yah untuk semua negeri (tidak ada perbedaan mathla).

    Saya tidak tahu rincian pendapat HT tentang masalah ini, tetapi secara garis besar HT berpendapat dengan satu ru-yah untuk semua negeri (tidak ada perbedaan mathla) yang juga merupakan pendapat jumhur ulama. Sehingga dalam hal ini saya juga sependapat dengan HT secara garis besar (tetapi secara rinci mungkin akan berbeda). Mumpung sedang membicarakan HT : saya sangat berbeda pendapat dengan orang-orang yang menolak hadits Ahad yang shahih. Padahal dalam Islam, terutama oleh para muhadditsin, hadits Ahad yang shahih itu diterima, dipakai, dan dapat diamalkan. Jika hadits Ahad ditolak dengan memakai logika/akal, maka akan ada beberapa bagian Islam (bahkan yang paling penting) yang akan hilang akibat tidak mengunakan hadits Ahad.

    –Pembicaraan tentang HT dihentikan, kembali ke laptop pembahasan penentuan hilal.–

    Beberapa bagian komentar dari tanggapan akh Albi yang lain yang tidak saya komentari, karena sudah saya anggap cukup dengan komentar saya sebelumnya (di bagian paling atas) ini dan dengan tulisan Penentuan Hilal dan Ru-yah dan Hisab dan Satu Umat Islam Satu Kalender Hijriyah.

    Syukran katsiran untuk tanggapan akh Albi Fitransyah.

    [YKS]

    Reply

  4. […] Satu Umat Islam Satu Kalender Hijriyah « COLORS OF JOHOHOHO…!!! Trackback on January 19, 2008 at 10:22 […]

    Reply

  5. ALBI FITRANSYAH,S.Si.

    Pernyataan:
    1. Terima kasih atas masukan dan bimbingan dari komentarnya.
    2. Mungkin ke depan saya tidak akan mencantumkan salah satu Organisasi/Partai Politik tertentu dalam tulisan saya.
    3. Saya mengemukakan wacana seperti ini, justru karena saya ingin agar “UMAT ISLAM DI SELURUH DUNIA MENGGUNAKAN 1 PERHITUNGAN KALENDER ISLAM SECAR TERINTEGRASI”.
    4. Kita telah mengetahui bahwa “JAWAL SHALAT” untuk 1 kota berbeda dengan kota lainnya baik dalam 1 negara, maupun negara lainnya.
    5. Patokan inilah yang menjadi wacana saya untuk senantiasa menjadi patokan “PENETUAN AWAL BULAN”, karena dari situlah “HILAL=SABIT BULAN” pertama terlihat di suatu kota.
    6. Bukan berarti dengan berkembangnya “TEKNOLOGI INFORMASI”, berarti kita dapat menyamakan 1 dunia ini dengan “SATU TANGGAL” yang sama.
    7. Dengan kehadiran “TEKNOLOGI INFORMASI” ini diharapkan masyarakat dunia “LEBIH MENGETAHUI” kapan awal bulan di mulai.
    8. Mengingat “SETIAP BULANNYA” di dalam kalender Islam “GARIS TANGGAL PEMBELAH BUMI” ini berbeda-beda lokasinya, maka seharusnya dibuat “BADAN HISAB DAN RUKYAT DI SELURUH DUNIA YANG BERADA DI SETIAP KOTA-KOTA SEANTERO DUNIA INI”.
    9. Informasi yang disampaikan kepada ummat(warga) berlaku untuk ummat Islam dalam 1 kota saja. Hal ini dapat berlaku juga seperti penentuan “JADWAL SHALAT HANYA UNTUK 1 KOTA SAJA”.
    10. Contoh: Di kota Bandung Adzan Maghrib berkumandang pukul 17.41 WIB. Tenyata “BADAN HISAB RUKYAT YANG TERINTEGRASI SELURUH KOTA-KOTA DUNIA” tidak berhasil melihat hilal di kota bandung. Maka “DEPAG RI di pusat secapatnya pada waktu yang “up date” dapat memberikan pengumuman bahwa kota Bandung besok belum masuk tanggal 1 di bulan Islam. Namun, di kota Jakarta hilal muncul pada pukul 17.45 WIB. Ini berarti Adzan Maghrib di Jakarta berkumandang pukul 17.45 WIB. Namun di kota Bandung. Depag RI bisa memutuskan bahwa esok Jakarta sudah masuk tanggal 1 di bulan Islam.
    11. TIDAK MENJADI MASALAH DI SAUDI ARABIA, DI INDONESIA, ATAUDI JEPANG BAHWA PDA HARI/TANGGAL MASEHI YANG SAMA TERDAPAT HARI/TANGGAL HIJRIYAH YANG BERBEDA. HENDAKNYA JUSTRU HARUS DI BALIK. DALAM 1 KALENDER ISLAM YANG SAMA DALAM SATU KOTA MEMILIKI HARI/TANGGAL YANG BERBEDA UNTUK KALENDER MASEHI.
    12. Seharusnya, “BADAN HISAB DAN RUKYAT TERINTEGRASI DI KOTA-KOTA DI SELURUH DUNIA” ini memiliki “DAFTAR KOTA-KOTA BESAR DI SELURUH DUNIA, SELAIN MENCANTUMKAN TANGGAL DALAM KELENDER ISLAM”.
    13. Nampaknya penulis yang paling pertama hanya melihat dengan tanpa memahami penanggalan secara astronomis. Nampaknya beliau tidak sadar bahwa ternyata: “DALAM WAKTU YANG SAMA, DI SELURUH DUNIA INI DAPAT MEMILIKI 2 HARI/TANGGAL YANG BERBEDA 1 HARI”. Misal: antara 1 lokasi dengan lokasi.
    14. Saran saya: “SEHARUSNYA, UMMAT ISLAM DI SELURUH DUNIA JUGA MEMILIKI “HARI HIJRIYAH”. Sehingga, menurut wacana saya, SEHARUSNYA TERDAPAT “HARI HIJRIYAH=TANGGAL HIJRIYAH”, bukan menggunakan “HARI MASEHI”.

    —————————————————————–
    AHLI MATEMATIKA, ASTRONOMI, DAN TEKNIK INFORMATIKA
    —————————————————————–

    Reply

  6. 2. Mungkin ke depan saya tidak akan mencantumkan salah satu Organisasi/Partai Politik tertentu dalam tulisan saya.

    Sebenarnya tidak masalah mencantumkan nama suatu ORMAS dalam suatu tulisan, hanya saja akan terasa janggal jika dalam suatu tulisan membahas permasalahan yang tidak menyinggung suatu ORMAS tertentu, tetapi dalam bagian kesimpulannya terdapat kesimpulan yang menyinggung beberapa hal tentang suatu ORMAS tertentu.

    4. Kita telah mengetahui bahwa “JAWAL SHALAT” untuk 1 kota berbeda dengan kota lainnya baik dalam 1 negara, maupun negara lainnya.
    5. Patokan inilah yang menjadi wacana saya untuk senantiasa menjadi patokan “PENETUAN AWAL BULAN”, karena dari situlah “HILAL=SABIT BULAN” pertama terlihat di suatu kota.
    6. Bukan berarti dengan berkembangnya “TEKNOLOGI INFORMASI”, berarti kita dapat menyamakan 1 dunia ini dengan “SATU TANGGAL” yang sama.
    7. Dengan kehadiran “TEKNOLOGI INFORMASI” ini diharapkan masyarakat dunia “LEBIH MENGETAHUI” kapan awal bulan di mulai.

    Sebenarnya bisa saja menyamakan satu tanggal hijriyah di dunia karena yang disamakan itu adalah tanggal / hari hijriyah (waktu secara umum) bukan jam/menit/detik (waktu secara spesifik). Hanya saja proses untuk mencapai hal itu tidak mudah. Lihat kembali tulisan Satu Umat Islam Satu Kalender Hijriyah dan komentar saya # 3 sebelumnya.

    8. Mengingat “SETIAP BULANNYA” di dalam kalender Islam “GARIS TANGGAL PEMBELAH BUMI” ini berbeda-beda lokasinya, maka seharusnya dibuat “BADAN HISAB DAN RUKYAT DI SELURUH DUNIA YANG BERADA DI SETIAP KOTA-KOTA SEANTERO DUNIA INI”.
    9. Informasi yang disampaikan kepada ummat(warga) berlaku untuk ummat Islam dalam 1 kota saja. Hal ini dapat berlaku juga seperti penentuan “JADWAL SHALAT HANYA UNTUK 1 KOTA SAJA”.

    Tanggal / hari hijriyah (waktu secara umum) tidak sama dengan jam/menit/detik (waktu secara spesifik). Waktu secara umum masih bisa disamakan tapi waktu secara spesifik tidak dapat disamakan. Oleh karena itu kalender hijriyah bisa saja dibuat satu kalender hijriyah di dunia karena merupakan waktu secara umum, tetapi waktu shalat tidak bisa dibuat menjadi satu jadwal shalat di dunia karena merupakan waktu secara spesifik. Lihat kembali komentar saya # 3 sebelumnya.

    10. Contoh: Di kota Bandung Adzan Maghrib berkumandang pukul 17.41 WIB. Tenyata “BADAN HISAB RUKYAT YANG TERINTEGRASI SELURUH KOTA-KOTA DUNIA” tidak berhasil melihat hilal di kota bandung. Maka “DEPAG RI di pusat secapatnya pada waktu yang “up date” dapat memberikan pengumuman bahwa kota Bandung besok belum masuk tanggal 1 di bulan Islam. Namun, di kota Jakarta hilal muncul pada pukul 17.45 WIB. Ini berarti Adzan Maghrib di Jakarta berkumandang pukul 17.45 WIB. Namun di kota Bandung. Depag RI bisa memutuskan bahwa esok Jakarta sudah masuk tanggal 1 di bulan Islam.

    Baik, saya akan memakai contoh akh Albi dengan sedikit modifikasi untuk lebih memperjelas maksud saya.
    – Kota Cirebon 18.00 WIB hari Kamis, Bandung Maghrib 17.41 WIB hari Kamis, Jakarta Maghrib 17.45 WIB Kamis, Lampung Maghrib 17.50 WIB Kamis.
    – Cirebon dapat melihat hilal, Bandung tidak dapat melihat hilal, Jakarta dapat melihat hilal, Lampung dapat melihat hilal.
    – Sehingga : Cirebon tanggal 1 hari Kamis malam Jum’at, Bandung tanggal 30 hari Kamis malam Jum’at, Jakarta tanggal 1 hari Kamis malam Jum’at, Lampung tanggal 1 hari Kamis malam Jum’at.
    – Pertanyaan : Apakah logis kondisi tersebut? Cirebon, Bandung, Jakarta, dan Lampung memiliki perbedaan jarak yang tidak terlalu jauh dan memiliki perbedaan waktu spesifik yang sedikit (tidak sampai 1 jam), tapi pada tanggal hijriyah empat kota tersebut terdapat satu kota yang tidak memiliki tanggal hijriyah yang sama padahal ke empat kota itu sama-sama mengalami malam dan hari yang sama?!

    11. TIDAK MENJADI MASALAH DI SAUDI ARABIA, DI INDONESIA, ATAUDI JEPANG BAHWA PDA HARI/TANGGAL MASEHI YANG SAMA TERDAPAT HARI/TANGGAL HIJRIYAH YANG BERBEDA. HENDAKNYA JUSTRU HARUS DI BALIK. DALAM 1 KALENDER ISLAM YANG SAMA DALAM SATU KOTA MEMILIKI HARI/TANGGAL YANG BERBEDA UNTUK KALENDER MASEHI.
    12. Seharusnya, “BADAN HISAB DAN RUKYAT TERINTEGRASI DI KOTA-KOTA DI SELURUH DUNIA” ini memiliki “DAFTAR KOTA-KOTA BESAR DI SELURUH DUNIA, SELAIN MENCANTUMKAN TANGGAL DALAM KELENDER ISLAM”.
    14. Saran saya: “SEHARUSNYA, UMMAT ISLAM DI SELURUH DUNIA JUGA MEMILIKI “HARI HIJRIYAH”. Sehingga, menurut wacana saya, SEHARUSNYA TERDAPAT “HARI HIJRIYAH=TANGGAL HIJRIYAH”, bukan menggunakan “HARI MASEHI”.

    Jika setiap kota memiliki badan ru-yah dan hisab masing-masing dan memiliki kalender hijriyah masing-masing, maka akan terjadi kesulitan penyatuan komunikasi dalam beberapa hal . Sebagai contoh yang sudah saya singgung sebelumnya : Jika setiap negara sudah memakai murni kalender hijriyah, lalu mereka ingin bertemu di suatu tempat pada suatu tanggal Hijriyah, maka mereka akan kerepotan untuk dapat bertemu. Misal : Pada tanggal 26 Muharram 1429 H, negara Arab Saudi, Indonesia, Malaysia ingin mengadakan pertemuan penting pada tanggal 20 Sya’ban 1429 H di Jepang, maka sebelum bertemu mereka akan bertanya “Kita memakai Kalender Hijriyah apa? Arab Saudi? Indonesia Malaysia? Jepang?” Harus melihat daftar kota dahulu, daftar tanggal itupun masih bisa diubah oleh setiap kota sehingga akan sangat sulit sekali untuk dapat bertemu. Bayangkanlah jika di dunia ini hanya ada satu sistem kalender, yaitu sistem kalender Hijriyah, dan jika sistem kalender Hijriyah itu tergantung pada setiap kota, maka apakah setiap negara masih dapat berkomunikasi dengan baik dan mudah? Silakan direnungkan sendiri jawabannya.

    13. Nampaknya penulis yang paling pertama hanya melihat dengan tanpa memahami penanggalan secara astronomis. Nampaknya beliau tidak sadar bahwa ternyata: “DALAM WAKTU YANG SAMA, DI SELURUH DUNIA INI DAPAT MEMILIKI 2 HARI/TANGGAL YANG BERBEDA 1 HARI”. Misal: antara 1 lokasi dengan lokasi.

    Ini sudah saya jelaskan secara detil pada komentar saya # 3, yang intinya adalah dunia yang dapat memiliki 2 hari/tanggal yang berbeda itu disebabkan perbedaan waktu secara spesifik (jam/menit/detik) dan perbedaan tempat / geografis yang jauh.Jika ada wilayah/negeri/kota yang memiliki perbedaan jarak yang tidak terlalu jauh (contoh : Cirebon, Bandung, Jakarta, dan Lampung) dan memiliki perbedaan waktu spesifik yang sedikit tapi memiliki hari/tanggal yang berbeda, maka itu sangat aneh dan tidak masuk akal, tidak perlu memakai ilmu astronomis secara detilpun orang awam dapat mengerti kejanggalan seperti ini.

    Syukran katsiran untuk tanggapan akh Albi Fitransyah.

    [YKS]

    Reply

    • Posted by Muhammad Utsman Marudani on November 14, 2010 at 12:26 pm

      Akh Albi yang Insyaallah di Rahmati Allah….begitu banyaknya akhi mengulang pernyataan akhi Yusuf yang seharusnya sudah bisa dipahami

      Syukaran katsiran

      Reply

  7. ALBI FITRANSYAH , S,Si (Ahli Matematika, Astronomi, Teknik Informatika).

    TANGGAPAN:
    1 DUNIA 1 KALENDER.

    1. Yth. Antum, mungkin Antum belum mengetahui bahwa di dalam Sistem Kalender Masehi, di mana menggunakan perhitungan dari peredaran rotasi dan revolusi bumi terhadap matahari. Bumi yang bentuknya bulat ini terbagi-bagi ke dalam waktu wilayah sehingga dapat menimbulkan adanya perbedaan jam setiap pembagian garis bujurnya. Nah, akibat pembagian waktu ini dan juga karena bumi adalah bulat, maka menyebabkan adanya perbedaan waktu yang dapat mencapat 24 jam, jika kita “berjalan” berkeliling dunia, mulai dari Grenwich dengan garis bujur 0 derajat, sampai selat bering dengan garis bujur 180 derajat. Lalu, berlanjut lagi sampai ke Grenwich dengan garis bujur 0 derajat. Inilah yang menyebabkan di dalam Kalender Masehi bahwa bumi harus di bagi menjadi 2 hari atau tanggal yang berbeda. Belahan bumi mulai dari 0 derajat sampai 180 derajat disebut belahan bumi yang sudah masuk tanggal dan hari yang lebih dulu sehari. Sedangkan belahan bumi dari 180 derajat sampai 0 derajat lagi adalah belahan bumi yang berada dalam hari yang lebih lambat sehari. Jelas, ini fakta yang tidak bisa diperdebatkan lagi. Karena ini dapat dibuktikan apabila terjadinya peroses pergantian siang daln malam akibat oleh perputaran rotasi bumi terhadap matahari.

    2. Mengenai kesepakatan bahwa hari dan tanggal dalam Kalender Masehi adalah tetap, ini memang tetap. Artinya, misal: seluruh dunia sudah mengetahui bahwa hari tanggal 19 Juni 2008 Masehi adalah jatuh pada hari Kamis. Di belahan bumi manapun, tanggal 19 Juni 2008 Masehi adalah jatuh pada hari Kamis. Namun, pada penanggalan Masehi ini karena ada “GARIS TANGGAL MASEHI” yang membelah bumi yang terletak di bujur 180 derajat. Lokasi berada di sekitar selat Bering pada Samudera Pasifik. (Silahkan liat peta yah !!!!).
    Antum memberi komentar bahwa “MANA MUNGKIN LOKASI YANG LETAKNYA BERDEKATAN ANTARA 1 KOTA DENGAN KOTA LAIN DAN MEMILIKI WAKTU YANG TIDAK JAUH BERBEDA (MISAL:1 JAM), AKAN MEMILIKI TANGGAL DAN HARI YANG BERDEDA”. Mohon maaf ya !!! Saya mau tertawa dahulu. HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA……… .
    Antum mengerti tidak, bahwa di sekitar Selat Bering, di mana terdapat “GARIS TANGGAL MASEHI” ini juga terdapat “KEJANGGALAN”, bagi orang yang awam. Padahal di sekitar Selat Bering ini perbedaan waktu hanya berselang 1 jam.
    Ini fakta:
    -Di sebelah barat “GARIS TANGGAL MASEHI” masih menunjukan pukul 23.00 Malam, “HARI SENIN”. Sedangkan di sebelah timur “GARIS TANGGAL MASEHI” sudah menunjukkan pukul 24.00 WIB. Anehnya, ketika pukul 24.00 WIB, tepat di “GARIS TANGGAL MASEHI SAMPAI KE TIMUR LAGI”, ini masih berada pada “HARI MINGGU”. Hayo, mau gimana lagi ????? Ini fakta ilmiyah.
    -Lokasi yang berdekatan dan waktu yang hanya terpaut 1 jam, di mana seharusnya pukul 24.00 Malam Waktu Garis Tanggal ini, seharusnya ganti hari lebih cepat, namun ditetapkan bahwa pada pukul 24.00 Malam, di tempat itu baru HARI MINGGU.
    -Makanya jangan dulu komentar. Memang sekarang banyak ahli astronomi yang bukan bidangnya, berkomentar macam-macam. Saya saja, sekolah bertahun-tahun lamanya di bidang astonomi dan sains ini.
    -Pada penanggalan Hijriyah juga akan terjadi hal yang sama. Letak pereaannya adlah: pada penanggalan Hijriyah leta “GARIS TANGGAL HIJRIYAH” ini akan berpindah-pindah setiap awal bulan dalam penanggalan Hijriyah. Mengapa??? Karena, “GARIS TANGGAL HIJRIYAH” ini ditentukan bedasar pada awal wilayah yang “PASTI” akan melihat hilal terlebih dahulu.
    -Antum bilang, tanggal di ARAB di INDONESIA, di JEPANG akan berbeda. Ini tidak mungkin ada 3 tanggal yang berbeda. Dalam penanggalan Hijriyah yang benar, “HANYA ADA 2 KEMUNGKINAN TANGGAL YANG BERDEDA PADA WILAYAH YNG BERBEDA”. Coba baca ulang tulisan barusan. “HANYA ADA 2 KEMUNGKINAN TANGGAL YANG BERDEDA PADA WILAYAH YNG BERBEDA”. Seperti dalam “GARIS TANGGAL MASEHI”, karena “GARIS TANGGAL HIJRIYAH” ini posisinya berubah-ubah setiap awal bula, maka BISA SAJA GARIS TANGGAL HIJRIYAH INI MEMBELAH BUMINYA MELEWATI POSISI NEGARA INDONESIA. DI MANA MEMBELAH BATAS KOTA ANTARA KOTA BANDUNG DAN KOTA JAKARTA. Padahal waktu SECARA SISTEM MASEHI berada pada jam yang sama. Tapi, secara FAKTUAL KITA TIDAK MEMUNGKIRI,SEBENARNYA ANTARA KOTA BANDUNG DAN KOTA JAKARTA ITU BEDA 4 MENIT LHO !!!! TERBUKTI PADA JADUAL SHOLAT.
    -GARIS TANGGAL MASEHI BERADA PADA SELAT BERING SAMUDERA PASIFIK DAN MENETAPKANNYA PADA “PUKUL 24.00 MALAM”.
    -GARIS TANGGAL HIJRIYAH BERADA PADA LOKASI YANG AKAN BERUBAH-UBAH SETIAP AWAL BULAN ISLAM, DAN MENETAPKANNYA KETIKA HILAL ITU AKAN MUNCUL DI SUATU TEMPAT (SAYA SEBUT: KOTA). HILAL AKAN MUNCUL SAAT MATAHARI TERBENAM TEPAT BERADA DI DEKAT MATAHARI. HILAL DI SUATU KOTA AKAN MUNCUL SESAAT SAJA. LALU, KETIKA MATAHARI BENAR-BENAR TENGGELAM, HILAL JUGA IKUT TENGGELAM. JADI, GARIS TANGGAL HIJRIYAH MENETAPKANNYA PADA SAAT :”WAKTU ADZAN MAGHRIB DI SUATU KOTA”.

    3. Karena itulah perubahan tanggal dalam Hijriyah selalu pada saat Maghrib tiba. Magrib di Cirebon berbeda waktunya dengan Magrib di Bandung, begitu juga dengan di Jakarta, di Lampung, dst sampai ke Arab.

    4. Jelas, antum atau belum juga jelas ???????

    5. Silahkan saya akan memberikan Kuliah Umum pada waktu yang dekat ini.

    6. Saya juga akan membuat KALENDER HIJRIYAH INI MENJADI 1 KALENDER HIJRIYAH YANG TERONTEGRASI SELURUH DUNIA. Waktu/jam/menit/detik TIDAK BISA DIPISAHKAN DARI waktu tanggal/hari. Keduanya saling mempegaruhi. (SECARA ILMIYAH LHO !!!). Berubahnya jam/menit/detik mengakibatkan berubahnya tanggal/hari.

    7. Meskipun demikian, bahwa Hari: Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. Ini adalah HARI MASEHI ATAU HARI SYAMSIYAH.
    Kita tidak punya HARI HIJRIYAH YAHHH !!!!
    Ini yang mengakibatkan ketika misal: Dari Jakarta ke barat (terus sampai batas wilayah dan waktu) sudah masuk tanggal 1 di dalam bulan Islam, lalu di kota Bandung ke timur (sampai batas waktu dan wilayah) ditetapkan tanggal 30, maka yang tanggal 1 berada pada HARI MASEHI YANG SAMA DENGAN yang tanggal 30. INI KARENA PENGGUNAAN “NAMA” HARI ADALAH : “HARI-HARI MASEHI”.Yang mana HARI MASEHI INI BERUBAHNYA PADA WAKTU JAM 24.00 MALAM.

    8. KELENDER HIJRIYAH INI HARUS BERSIFAT LOKAL KOTA (KEMUNGKINAN HILAL NAMPAK), NANTINYA AKAN BERLAKUK SELURUH DUNIA. NANTINYA, AKAN TERCANTUM PETA/ATLAS BESERTA KOTA-KOTA YANG MASUK TANGGAL 1 ATAU BELUM. SEPERTI JADWAL SOLAT. MISAL: DARI KOTA JAKARTA, SUMATERA, INDIA, ARAB, EROPA, TERUS KE KIRI SAMPAI AFRIKA TERUS LAGI SAMPAI KETEMU LAGI DI UJUNG WILAYAH WAKTU, INI SUDAH MASUK TANGGAL ISLAM BARU. NAMUN, DARI BANDUNG, KE CIREBON, KE KALIMANTAN, KE SULAWESI, IRIAN, AUSTRALIA, CHINA, JEPANG, AMERIKA, TERUS KE KANAN INI BELUM MASUK TANGGAL SATU. KARENA PADA SAAT MAGRIB DI KOTA-KOTA INI TIDAK DAPAT LIHAT HILAL. HILAL MASIH DI BAWAH UFUK. TAPI, MAGRIB BESOKNYA HILAL PASTI AKAN MUNCUL. KALENDER INI SEKALIGUS DICANTUMKAN PULA JADUAL SHOLAT UNTUK KOTA-KOTA TERSEBUT DI SELURUH DUNIA.

    9. Jika belum jelas, keterlaluan namanya !!!! (Maaaf).

    Reply

  8. Silahkan kontak person ke : 0812 1479 212

    Oleh: ALBI FITRANSYAH , S.Si (AHLI MATEMATIKA)

    Reply

  9. KATA ANTUM, KALAU KITA PERGI KE ARAB MAKA JIKA KITA PERGI KE JEPANG ATAU AMERIKA, HARUS PADA TANGGAL YANG SAMA. KALAU ANTARA ARAB, INDONESIA, DAN JEPANG, MEMANG KETIGA WILAYAH INI BERADA PADA 1 TANGGAL YANG SAMA SECARA MASEHI. TAPI COBA ANTUM TELEPON ATAU CHATTING DENGAN TEMAN ANTUM YANG BERADA DI AMERIKA, KANADA, POKOKNYA YANG BERADA DI TIMU GARIS TANGGAL MASEHI. PASTI BERADA PADA TANGGAL/HARI YANG LEBIH LAMBAT.
    -MISAL: ANTUM TELEPON BAHWA DI INDONESIA HARI SENIN. TAPI DI AMERIKA KOK MENGAKU HARI MINGGU. ANEH YAHHHHH !!!!!! TANGGAL JUGA BEDA !!!! NAH LO!!!!!
    -KALAU INDONESIA DENGAN JEPANG DENGAN ARAB JUGA, ITU MAH MEMANG BERADA DALAM 1 WILAYAH WAKTU HARI/TANGGAL YANG SAMA.
    -INI JELAS AKAN BERBEDA DENGAN PENANGGALAN HIJRIYAH !!!!!!!!!!!!!!!!

    Reply

  10. Bumi yang bentuknya bulat ini terbagi-bagi ke dalam waktu wilayah sehingga dapat menimbulkan adanya perbedaan jam setiap pembagian garis bujurnya. Nah, akibat pembagian waktu ini dan juga karena bumi adalah bulat, maka menyebabkan adanya perbedaan waktu yang dapat mencapat 24 jam, jika kita “berjalan” berkeliling dunia, mulai dari Grenwich dengan garis bujur 0 derajat, sampai selat bering dengan garis bujur 180 derajat. Lalu, berlanjut lagi sampai ke Grenwich dengan garis bujur 0 derajat. Inilah yang menyebabkan di dalam Kalender Masehi bahwa bumi harus di bagi menjadi 2 hari atau tanggal yang berbeda. Belahan bumi mulai dari 0 derajat sampai 180 derajat disebut belahan bumi yang sudah masuk tanggal dan hari yang lebih dulu sehari. Sedangkan belahan bumi dari 180 derajat sampai 0 derajat lagi adalah belahan bumi yang berada dalam hari yang lebih lambat sehari. Jelas, ini fakta yang tidak bisa diperdebatkan lagi. Karena ini dapat dibuktikan apabila terjadinya peroses pergantian siang daln malam akibat oleh perputaran rotasi bumi terhadap matahari.

    Dalam pembahasan ru-yah, hisab, hingga kalender sebagian orang ada yang lebih suka menjelaskannya dalam bentuk perbedaan waktu dan tempat daripada menjelaskan secara detil melalui garis bujur dan sebagainya dalam astronomi. Karena itu penggunaan “hari yang sama”, “malam yang sama”, “perbedaan jam” dan sebagainya dapat dijumpai dalam pembahasan masalah ini oleh orang-orang yang menggunakan metode tersebut. Dan saya juga termasuk yang seperti itu. Dan jika ditanya secara detil “kenapa dapat terjadi perbedaan waktu secara spesifik (jam/menit)”, maka jawaban secara astromis seperti di atas itu dapat dijelaskan.

    Antum memberi komentar bahwa “MANA MUNGKIN LOKASI YANG LETAKNYA BERDEKATAN ANTARA 1 KOTA DENGAN KOTA LAIN DAN MEMILIKI WAKTU YANG TIDAK JAUH BERBEDA (MISAL:1 JAM), AKAN MEMILIKI TANGGAL DAN HARI YANG BERDEDA”. Mohon maaf ya !!! Saya mau tertawa dahulu. HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA……… .
    Antum mengerti tidak, bahwa di sekitar Selat Bering, di mana terdapat “GARIS TANGGAL MASEHI” ini juga terdapat “KEJANGGALAN”, bagi orang yang awam. Padahal di sekitar Selat Bering ini perbedaan waktu hanya berselang 1 jam.
    Ini fakta:
    -Di sebelah barat “GARIS TANGGAL MASEHI” masih menunjukan pukul 23.00 Malam, “HARI SENIN”. Sedangkan di sebelah timur “GARIS TANGGAL MASEHI” sudah menunjukkan pukul 24.00 WIB. Anehnya, ketika pukul 24.00 WIB, tepat di “GARIS TANGGAL MASEHI SAMPAI KE TIMUR LAGI”, ini masih berada pada “HARI MINGGU”. Hayo, mau gimana lagi ????? Ini fakta ilmiyah.
    -Lokasi yang berdekatan dan waktu yang hanya terpaut 1 jam, di mana seharusnya pukul 24.00 Malam Waktu Garis Tanggal ini, seharusnya ganti hari lebih cepat, namun ditetapkan bahwa pada pukul 24.00 Malam, di tempat itu baru HARI MINGGU.

    Bagi orang yang menggunakan penggunaan perbedaan waktu, maka perbedaan seperti itu bukan perbedaan 1 jam.
    Contoh : Fiji dan Samoa tempatnya berdekatan dan sepertinya berbeda 1 jam, tapi jika dalam penggunaan perbedaan waktu, maka perbedaan Fiji dan Samoa bukan 1 jam, melainkan berbeda 23 jam. Fiji 23 jam lebih cepat daripada Samoa. Jika dalam penggunaan perbedaan siang dan malam, maka Fiji dan Samoa tidak mengalami siang/malam yang sama.

    Jika ditanyakan “kenapa ada beberapa tempat yang memiliki jarak yang tidak jauh tapi memiliki perbedaan jam yang jauh atau tidak memili siang/malam yang sama?”, maka jawaban secara astromis secara detil dapat dijelaskan hingga tentang kesepakatan hal tersebut.

    Perhatikan kembali bahwa saya menggunakan penggunaan perbedaan waktu, dan contoh-contoh yang saya pakai selama ini memakai tempat-tempat berdekatan yang memiliki perbedaan jam yang tidak jauh atau memiliki hari/malam yang sama.

    Mohon maaf ya !!! Saya mau tertawa dahulu. HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA……… .
    Antum mengerti tidak, bahwa di sekitar Selat Bering, di mana terdapat “GARIS TANGGAL MASEHI” ini juga terdapat “KEJANGGALAN”, bagi orang yang awam. Padahal di sekitar Selat Bering ini perbedaan waktu hanya berselang 1 jam.
    -Makanya jangan dulu komentar. Memang sekarang banyak ahli astronomi yang bukan bidangnya, berkomentar macam-macam. Saya saja, sekolah bertahun-tahun lamanya di bidang astonomi dan sains ini.

    Yohohoho…Alhamdulillah Anda bisa tertawa juga.
    Sedangkan untuk masalahnya yang lain, saya rasa pembaca juga dapat mengetahuinya dengan membaca komentar-komentarnya.

    -Antum bilang, tanggal di ARAB di INDONESIA, di JEPANG akan berbeda. Ini tidak mungkin ada 3 tanggal yang berbeda. Dalam penanggalan Hijriyah yang benar, “HANYA ADA 2 KEMUNGKINAN TANGGAL YANG BERDEDA PADA WILAYAH YNG BERBEDA”. Coba baca ulang tulisan barusan. “HANYA ADA 2 KEMUNGKINAN TANGGAL YANG BERDEDA PADA WILAYAH YNG BERBEDA”. Seperti dalam “GARIS TANGGAL MASEHI”, karena “GARIS TANGGAL HIJRIYAH” ini posisinya berubah-ubah setiap awal bula, maka BISA SAJA GARIS TANGGAL HIJRIYAH INI MEMBELAH BUMINYA MELEWATI POSISI NEGARA INDONESIA. DI MANA MEMBELAH BATAS KOTA ANTARA KOTA BANDUNG DAN KOTA JAKARTA. Padahal waktu SECARA SISTEM MASEHI berada pada jam yang sama. Tapi, secara FAKTUAL KITA TIDAK MEMUNGKIRI,SEBENARNYA ANTARA KOTA BANDUNG DAN KOTA JAKARTA ITU BEDA 4 MENIT LHO !!!! TERBUKTI PADA JADUAL SHOLAT.

    Jika pembuatan kalender Hijriyah berdasarkan ru-yah murni, maka akan terjadi banyak kesulitan / kejanggalan, misalnya kesulitan membuat kalender Hijriyah tahunan hingga tempat-tempat yang memiliki hari/malam yang sama sangat mungkin terjadi perbedaan tanggal/hari bahkan hingga 3 hari. Ru-yah tetap saja ru-yah, terdapat banyak faktor yang menyebabkan apakah satu tempat dapat melihat ru-yah atau tidak. Sebagai contoh nyata, pada awal Ramadhan tahun 1428 H benar-benar terjadi perbedaan hingga 3 tanggal pada tempat-tempat yang memiliki hari/malam yang sama : Mayoritas hari Kamis, sebagian kecil hari Rabu (Filipina, Pakistan, dsb), dan ada juga yang hari Jum’at (yaitu pada sebagian di Iraq).

    7. Meskipun demikian, bahwa Hari: Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. Ini adalah HARI MASEHI ATAU HARI SYAMSIYAH.
    Kita tidak punya HARI HIJRIYAH YAHHH !!!!

    Hari Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dipakai pada Tahun Hijriyah, perbedaannya hari Hijriyah dimulai dari Maghrib sedangkan pada hari Masehi dimulai dari jam 0 (inipun sudah Anda singgung). Hal yang belum dipunyai umat Islam adalah suatu ketentuan untuk menentukan patokan tempat /waktu (tempat mana yang lebih cepat waktunya dan tempat yang lebih lambat waktunya atau tempat mana yang mengalami hari / malam yang sama dan tempat mana tidak mengalami hari / malam yang sama :: atau dalam penggunaan pendapat satu ru-yah untuk semua negeri adalah patokan mathla).

    —-

    Sebenarnya ru-yah kota yang Anda usulkan itu berdasarkan pendapat apa dalam fiqh? Apakah pendapat satu ru-yah untuk semua negeri atau satu ru-yah untuk negeri yang berdekatan atau setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing?

    Jika dilihat dari namanya, maka kemungkinan menggunakan setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing apalagi “patokan tempat/waktu” (atau dalam istilah yang Anda pakai : garis tanggal hijriyah) dalam ru-yah kota bisa berubah (tidak seperti Kalender Masehi yang sudah memiliki patokan waktu yang tetap). Jika memang berdasarkan pendapat setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing, maka sangat mungkin dapat terjadi perbedaan dalam penentuannya, karena ru-yah tetap saja ru-yah, terdapat banyak faktor yang menyebabkan apakah satu tempat dapat melihat ru-yah atau tidak. Bisa saja karena beberapa faktor sehingga Surabaya menetapkan melihat hilal, Bandung tidak melihat hilal, Jakarta melihat hilal, Lampung tidak melihat hilal. Masing-masing kota kukuh pada pendapatnya itu, lalu bagaimana kalender dapat terbentuk? Bagaimana pula untuk bulan selanjutnya? Bisakah dibuat kalender tahunan (padahal memakai ru-yah yang masih kemungkinan bisa melihat hilal atau tidak)?!

    Bayangkanlah jika di dunia ini hanya ada satu sistem kalender, yaitu sistem kalender Hijriyah, dan jika sistem kalender Hijriyah itu tergantung pada setiap kota, maka apakah setiap negara masih dapat berkomunikasi dengan baik dan mudah?

    Saran yang agak menyimpang dari pembahasan utama ini untuk semua pengunjung Colors of Johohoho :
    1. Perbedaan pendapat dalam masalah akan sering terjadi. Karena itu hargailah perbedaan pendapat, dan gunakanlah cara sebaik mungkin untuk dapat menjelaskan suatu pendapat.
    2. Tenanglah dalam berbicara dan menulis, jika sedang emosi tahanlah dulu hingga reda, kalau perlu berwudhu. Jika semua pikiran sudah tenang, maka tulislah atau bicaralah dengan cara yang baik.

    YKS.

    Reply

  11. Maaf.
    -Saya juga tidak bersikukuh untuk penggunaan rukyat. Baik rukyat lokal kota maupun rukyat global.
    -Maaf, maksud saya “GUNAKANLAH KONSEP HISAB LOKAL KOTA TERINTEGRASI SELURUH KOTA-KOTA DI DUNIA SEBAGAI PREDIKSI KEMUNGKINAN HILAL SABIT AKAN MUNCUL PADA SAAT MATAHARI TENGGELAM DI SUATU KOTA, SETIAP KOTA DI SELURUH DUNIA”.
    -Alasan saya menggunakan rukyat lokal kota karena mengingat ada (saya lupa, saya akan cantumkan di posting berikutnya) ada keterangan di hadist yang menyatakan di syam sudah lihat hilal, tapi di makah belum. maka syam duluan puasanya/lebaran nya. mungkin ini terjadi karena garis tanggal hijriyah membelah ke dua kota tersebut.
    -Prediksi garis tanggal akan melewati daerah mana saja, secara astronomi saat ini sudah dapat dilakukan dan prediksinya, insya allah tepat. Seperti prediksi wilayah mana yang akan mengalami “GERHANA MATAHARI ATAU GERHANA BULAN”. Teknologi canggih seperti “SENSOR HILAL DI SUATU KOTA” akan dibuat dan “TERINTEGRASI SELURUH KOTA-KOTA DI DUNIA” dengan menggunakan “SISTEM INFORMASI HILAL RUKYAT LOKAL KOTA”, untuk lebih meyakinkan bahwa “HISAB LOKAL KOTA” terbukti dengan pengamatan langsung, di mana di suatu tempat akan terlihat hilal atau tidak. Jika tidak, PASTI KEESOKAN HARINYA AKAN TERLIHAT. Inilah yang dinamakan “BATAS/AWAL MASUKNYA TANGGAL HIJRIYAH SEBAGAI TERBITNYA HILAL YANG PERTAMA DI SUATU KOTA DAN DIIKUTI KOTA-KOTA LAINNYA DI SELURUH DUNIA”
    -Kalender Hirjiyah berdasarkan HISAB LOKAL KOTA ini bisa diprediksi secara astronomi dan dengan bantuan program, sehingga memungkinkan wilayah/kota-kota mana saja yang duluan masuk tanggal 1 atau masih akhir bulan.
    -KALAU MENGGUNAKAN HISAB GLOBAL / RUKYAT GLOBAL, MAKA AKAN TIDAK KONSISTEN-LAH PENANGGALAN ISLAM. PASTI, JIKA MISAL:
    INFORMASI MUNCUL HILAL PERTAMA KALI TERJADI DI LONDON (WAKTU MAGRIB), MAKA DI SUATU TEMPAT YANG SUDAH PAGI. MAKA APAKAH DI SUATU TEMPAT INI SUDAH HARUS BERUBAH HARINYA. ATAU MASIH IKUT YANG AWAL. KALAU BERUBAH, MAKA APAKAH UMUR 1 HARI INI SEHARUSNYA 24 JAM. MUNGKINKAH ADA 1 HARI YANG UMURNYA HANYA 8 JAM ATAU 10 JAM ???

    HISAB LOKAL KOTA / RUKYAT LOKAL KOTA YANG PALING SESUAI DENGAN FIQIH DAN BENAR SECARA ILMIYAH KAJIAN ASTRONOMI.

    MENYATUKAN KALENDER ISLAM SELURUH DUNIA SANGAT MUNGKIN.

    TETAPI BUKAN MENGGUNAKAN RUKYAT / HISAB GLOBAL. INI TIDAK ILMIYAH.

    Reply

  12. SILAHKAN TELEPON KE 0812 1479 212

    Reply

  13. ANEH…. ITULAH KALENDER….
    SAYA MENGUTIP KALIMAT ANDA DI TULISANNYA.

    COBA SAJA DALAM KALENDER MASEHI JUGA ADA YANG ANEH.

    MISAL:
    ADI TINGGAL DI KOTA JAKARTA. DI SMS KE WILAYAH DI BENUA AMERIKA. DENGAN UCAPAN:
    “SELAMAT TAHUN BARU MASEHI 1 JANUARI 2009″, MAKA DI WILAYAH AMERIKA TERNYATA MASIH TANGGAL 31 DESEMBER 2008”. JADI UCAPAN SELAMAT TAHUN BARUNYA BAGAIMANA ????
    MAKANYA INI BERLAKU UNTUK 1 WILAYAH JAM-JAM YANG SAMA.

    RENUNGKANLAH ITU !!!

    Reply

  14. ANEH…. ITULAH KALENDER….
    SAYA MENGUTIP KALIMAT ANDA DI TULISANNYA.

    COBA SAJA DALAM KALENDER MASEHI JUGA ADA YANG ANEH.

    MISAL:
    ADI TINGGAL DI KOTA JAKARTA. DI SMS KE WILAYAH DI BENUA AMERIKA. DENGAN UCAPAN:
    “SELAMAT TAHUN BARU MASEHI 1 JANUARI 2009″, MAKA DI WILAYAH AMERIKA TERNYATA MASIH TANGGAL 31 DESEMBER 2008″. JADI UCAPAN SELAMAT TAHUN BARUNYA BAGAIMANA ????
    MAKANYA INI BERLAKU UNTUK 1 WILAYAH JAM-JAM YANG SAMA.

    Sebenarnya pertanyaan seperti itu sudah beberapa kali ditanyakan dan juga sudah saya jawab di beberapa komentar saya sebelumnya, terutama di komentar saya # 3. Tapi tidak apa-apa, akan saya jelaskan lagi dengan agak singkat :
    Hal tersebut tidak aneh karena ada beberapa tempat yang mengalami waktu lebih cepat dan ada beberapa tempat yang mengalami waktu yang lebih lambat, pada contoh itu Jakarta lebih cepat 12 jam dibandingkan Amerika (ini adalah jawaban dari sisi waktu secara spesifik).
    Jawaban dari sisi waktu siang dan malam (waktu secara umum) : hal itu wajar karena kedua tempat itu tidak mengalami hari/malam yang sama.
    Jawaban dari sisi astronomis/geografis : hal itu wajar karena Bumi dibagi menjadi 2 bagian (pembagian 180 derajat antara wilayah Barat dan Timur).

    Sedangkan yang disamakan dalam penyatuan kalender itu adalah penyamaan tanggal dan hari (waktu secara umum), sehingga satu kalender itu bisa dibuat global untuk seluruh dunia (baik kalender Masehi ataupun kalender Hijriyah –tapi satu kalender Hijriyah saat ini belum bisa terwujud–).

    -Maaf, maksud saya “GUNAKANLAH KONSEP HISAB LOKAL KOTA TERINTEGRASI SELURUH KOTA-KOTA DI DUNIA SEBAGAI PREDIKSI KEMUNGKINAN HILAL SABIT AKAN MUNCUL PADA SAAT MATAHARI TENGGELAM DI SUATU KOTA, SETIAP KOTA DI SELURUH DUNIA”.

    Jadi hal itu sebagai ralat. Semoga hal itu diralat juga di tempat lain (web dsb) Anda menulis tulisan tersebut, jika Anda juga menulis/ menyebarkan tulisan ini di tempat yang lain. Karena kata “ru-yah” dan “hisab” itu berbeda jauh dari sisi kata dan maknanya sehingga dapat membuat pembaca tulisan tersebut menjadi bingung (jika tidak diralat).

    MENYATUKAN KALENDER ISLAM SELURUH DUNIA SANGAT MUNGKIN. TETAPI BUKAN MENGGUNAKAN RUKYAT / HISAB GLOBAL. INI TIDAK ILMIYAH.

    Jika kita sama-sama berpendapat menyatukan kalender Islam seluruh dunia itu sangat mungkin, maka kita perlu mengemukakan cara menyatukan hal tersebut menurut pandangan kita masing-masing, lalu setelah itu dibandingkan dan didiskusikan, karena pada dasarnya tujuannya adalah sama hanya caranya yang mungkin berbeda.

    Lalu bagaimanakah cara menyatukan kalender Islam seluruh dunia menurut pandangan Anda? Apakah melalui hisab lokal kota? Saya mohon Anda dapat menjelaskan hal tersebut dengan jelas/detil (dan sebaiknya disertai contoh suatu tempat/kota/negara supaya lebih memperjelas) sehingga kami bisa memahami pandangan Anda (atau orang yang berpendapat dengan hisab lokal).

    Jika Anda sudah menjelaskannya, insya Allah saya juga akan menjelaskan pandangan saya untuk menyatukan kalender Islam seluruh dunia dengan jelas/detil (dan disertai contoh suatu tempat/kota/negara) menurut pandangan saya (hal ini sudah saya singgung secara umum di tulisan ini –Satu Umat Islam Satu Kalender Hijriyah– di bagian M).

    [YKS]

    Reply

  15. Posted by Hidayat on November 28, 2009 at 10:03 pm

    Assalamu’alaikum Wr.Wb.
    jazakallah tulisannya Insya Allah bisa menambah wawasan saya.
    terutama untuk seluruh umat Islam yang berada di Bumi Allah SWT. Keterangan Dalil sudah jelas!!!
    Bring it Back!! Let’s we to be one ummah.
    Mudah-mudahan dengan usaha kita, satu kepemimpinan umat akan segera terwujud. Allahu Akbar!!!

    Reply

  16. […] “satu umat Islam satu kalender Hijriyah” belum saya perbaharui dan tulisan itu yang ada di weblog ini adalah masih versi lama. Jadi pada […]

    Reply

Leave a comment