Epilog: Pasca Persalinan di RSUP Fatmawati dan Kesannya

Alhamdulillah istri dan bayi selamat semuanya, namun kami belum dapat segera pulang karena beberapa hal. Berikut ini berbagai macam cerita singkat setelah persalinan di RSUP Fatmawati.

Rawat Inap, Rawat Gabung

Sejak bulan kedelapan kehamilan kondisi darah istri memang rendah, saat persalinan pun sambil dilakukan transfusi darah, dan setelah persalinan pasti mengeluarkan banyak darah yang otomatis istri akan kekurangan darah lagi. Bahkan setelah melahirkan kondisi istri sangat lemas sekali + demam tinggi sehingga hampir tidak bisa melakukan apa-apa.

Istri diwajibkan untuk dirawat inap di gedung Teratai dan tidak boleh pulang sebelum kondisi persyaratan dari dokter terpenuhi. Sedangkan bayi kami, perawat bayi di HCU menganjurkan untuk rawat terpisah untuk dilakukan pengecekan, tes darah, dan sejenisnya. Setelah 2 hari, perawat di ruang bayi Teratai sudah menginformasikan kepada kami bahwa bayi sudah dapat dirawat gabung, namun istri minta pengunduran waktu rawat gabung dengan alasan kondisi istri masih belum stabil dan istri ingin rawat gabung ketika sudah dapat kamar kelas I. Setelah istri stabil dan mulai pulih serta kami pindah ke kamar kelas I, bayipun dirawat gabung bersama istri.

Transfusi Darah, Unit Darah, Pendonor

Istri sering ditransfusi darah di RSUP Fatmawati. Pertama kali pada saat dirawat di HCU Bougenville 1 Agustus 2019. Lalu transfusi kembali sering dilakukan pada saat menjelang persalinan 16 Agustus 2019, baik di gedung Teratai, HCU Bougenville, saat persalinan, bahkan setelah persalinan.

Kami sangat terbantu dan tertolong dengan adanya Unit Darah RSUP Fatmawati. Kami diperintahkan oleh Unit Darah untuk melakukan donor golongan darah yang harus sama supaya proses transfusi darah istri lebih cepat, apalagi golongan darah A pada saat itu sedang sedikit. Saya sudah berusaha menghubungi keluarga, saudara-saudara dari keluarga besar, hingga teman-teman, tapi usaha tersebut tidak berhasil karena:

  • Kebanyakan tidak tahu golongan darah mereka
  • Sebagian mengetahui golongan darah dan siap donor kapan saja, tapi B, AB, dan O.
  • Ada beberapa orang yang sebenarnya siap donor darah dan sama jenisnya, namun  waktunya tidak ketemu. Ada yang bisanya hari libur, ada yang terjebak dengan rutinitas kerjanya, dll.

Entah kenapa sulit sekali dan saya benar-benar pasrah. Sering ditanyain sudah ada yang donor belum, saya jawab belum dapat. Bukannya kami ga mau donor darah, tapi memang belum dapat.

Dengan kondisi seperti itu, alhamdulillah Allah tetap menolong kami. Istri tetap ditransfusi pada menjelang persalinan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Kami mengucapkan terima kasih kepada Unit Darah Fatmawati dan para perawat yang membantu sehingga proses transfusi darah dapat dilakukan. Dan tentunya yang paling layak kami ucapkan terima kasih adalah kepada para pendonor darah yang sudah dengan ikhlas mendonorkan darahnya untuk orang lain yang tidak mereka kenal dan kami pun tidak mengenal mereka. Kalian telah menyelamatkan hidup keluarga kami dan orang lain juga! Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan dengan ganjaran yang terbaik.

ASI

Sebelum istri hamil kami sebenarnya sudah mencari informasi yang berkaitan dengan kehamilan seperti membaca buku kehamilan yang ditulis oleh dokter kandungan, dan juga aktif bertanya kepada dokter sejak kontrol hamil yang pertama. Namun ada hal yang luput untuk kami cari tahu saat itu yaitu mengenai ASI. Idealnya usia kandungan 6 atau 7 bulan sudah mulai mencari tahu informasi mengenai ASI, namun kami luput, dan pada usia kandungan 8 bulan fokus pada istri yang harus transfusi darah, bolak balik kontrol, dan persiapan menjelang kelahiran. Jadi kami sama sekali belum ada informasi sama sekali sampai istri melahirkan, barulah kami menyadari pentingnya informasi ini sebelum persalinan.

Pada saat bayi kami dirawat di ruang bayi di Teratai pertama kali, saya dipanggil oleh perawat menanyakan bayi sedang lapar dan istri perlu ke ruang bayi untuk menyusui. Saya jawab istri tidak bisa ke sini karena masih tepar.

“Bayi sedang lapar bolehkah diberi susu formula melalui botol dan dot?”

“Asi Perah bagaimana?”

“ASIP ibu tidak apa-apa.”

Saya ingat bahwa teman saya ada yang memiliki stok ASIP, maka saya lanjutkan bertanya, “Kalau ASIP orang lain bagaimana?”

“ASIP harus dari ibu atau yang masih ada hubungan keluarga. Kalau tidak ada hubungan keluarga tidak boleh.”

Akhir saya minta waktu kepada perawat untuk membicarakan hal ini dulu pada istri.  saya ingin opsi ASIP ibu, namun hal ini belum dapat kami pilih karena kami tidak mempunyai pompa ASI. Saya sempat membaca sekilas bayi baru lahir dapat bertahan tanpa minum ASI selama kurang lebih 48 jam, saya sebenarnya ingin memilih pendapat ini tapi saya butuh konfirmasi dulu dengan dokter yang sayangnya belum jodoh bertemu. Akhirnya saya serahkan keputusan ini kepada istri dan ibu yang menemani, akhirnya karena bayi terus menangis, perawat terus bertanya, akhirnya kami menyerah dan mengizinkan pemberian ASI dengan susu formula melalui botol dan dot*.

Keputusan ini  kami anggap kurang tepat. Saat istri sudah agak baikan dapat berjalan dan mau menyusui bayi di ruang menyusui rawat bayi. Bayi menolak menyusui, ini akibat bayi sudah terbiasa minum dari botol dan dot sehingga terjadi bingung puting. Pada saat sudah dirawat gabung pun, bayi tetap menolak menyusui padahal sudah sering dicoba dan dibantu oleh dua ibu (ibu kami dan ibu pasien sebelah yang baik hati). Akhirnya terpaksa dilanjutkan minum dari botol dan dot, tapi ada peningkatan yaitu sudah bukan susu formula lagi melainkan ASIP. ASIP ini diperah langsung melalui pompa ASI yang dipinjam dari teman istri yang baik hati (Teh Ana).

Pada saat pulang ke rumah, istri dan ibu kembali mencoba bayi untuk menyusui langsung. Dengan penuh perjuangan dalam satu dua hari, akhirnya bayi mau menyusui kepada ibunya dan meninggalkan botol dan dot. Alhamdulillah sampai sekarang bayi kami masih menyusui dengan ASI ekslusif.

*Sebenarnya saya lebih mengharapkan perawat bagian ini supaya lebih mendukung ASI, sehingga jika ada kendala ibu tidak dapat ke ruang menyusui, maka bayi diizinkan ke ruang ibunya untuk dapat menyusui, istilahnya Inisiasi Menyusui Dini, meskipun status bayi dirawat terpisah. Dan kalaupun harus menggunakan botol, saya lebih mengharapkan perawat menyarankan para ibu sebisa mungkin memberikan ASIP entah miliknya atau keluarga atau bahkan orang lain, kalau perlu ibu beri info atau diajari pompa ASI untuk yang belum tahu banyak. Perawat bagian ini akan lebih baik lagi jika dalam memberikan ASIP menggunakan botol dan sendok, tidak melalui dot karena penggunaan dot dapat mengakibatkan bingung puting pada bayi, tentu ini akan lebih merepotkan bagi perawat dan kalah praktis dibandingkan penggunaan dot, tapi ini lebih bermanfaat dan banyak hal positif lainnya. Semoga bagian perawatan bayi di RSUP Fatmawati yang secara umum sudah baik ini dapat lebih baik lagi dalam hal dukungan penuh terhadap ASI Ekslusif.

Bertemu Kembali dengan Dokter-Dokter

Setelah persalinan, saya bertemu kembali dengan dr. Agus, dokter yang paling sering saya temui di RSUP Fatmawati, di kesempatan itu saya mengabari beliau bahwa istri sudah melahirkan dan beliau memberi selamat atas kelahiran bayi kami.

Dr. Octaviani seperti biasa sering mengecek istri, pada awalnya dia masih mengira istri habis lahiran caesar, begitu dokter cek dan tidak ada jahitan pada perut barulah dokter mengetahui bahwa lahirannya normal dan tidak jadi caesar.

Saya mengharapkan bertemu dokter Angga di hari Senin 19 Agustus 2019, berharap beliau menengok dan mengecek kami di Teratai, ternyata tidak datang. Kami baru dapat bertemu hari Rabu 21 Agustus. Ketika bertemu kembali saya banyak bertanya dan mengobrol dengan beliau, di antaranya tentu, “Susah banget ketemu dokter di sini. Malah sering ketemu dr. Agus :D”

“Iya dr. Agus memang tiap hari di sini, wajar kalau sering ketemu. Biarpun kita tidak bertemu tapi situasi istri Bapak selalu dilaporkan kepada saya dan saya pun ikut mantau dan memberi instruksi. Hari Senin jam 8 pagi saya tungguin di ruang operasi kok ga dateng-dateng, ternyata udah lahiran duluan.” Sejak hari Rabu itu sampai kepulangan, kami bertemu dr. Angga tiap pagi.

Dr. Mardhiyah datang pada hari Jum’at. Namun saya tidak bertemu dengan beliau karena sedang keluar, jadi saya belum sempat mengobrol dan mengucapkan terima kasih kepada beliau secara langsung.

Waktu Kepulangan

Ketika mengobrol dr. Angga dan bertanya mengenai kapan boleh pulang, dr. Angga menjawab, “Kalau dari saya sih HB 8 sampai 9 sudah saya izinkan pulang. Tapi dokter spesialis penyakit dalam baru mengizinkan pulang kalau HB minimal 10, beliau ingin istri Bapak pulang dalam keadaan sehat dan prima, jangan sampai pengen cepat pulang diizinkan pulang lalu malah balik lagi ke sini.”

Dokter Angga bahkan menyemangati istri, “Ayo Ibu segera pulih dan baikan, masa kalah sama bayinya.”

Dari hari Senin sampai Kamis, istri sempat beberapa kali ditransfusi dan selalu dicek hasilnya. Transfusi terakhir hari  Kamis, dan setelah dicek nilainya sudah lebih bagus dan memenuhi syarat untuk pulang (HB 10.x) sehingga hari Jum’at 23 Agustus 2019 kami diperbolehkan pulang.

Dr. Angga menemui kami dan memberitahu bahwa hari Jum’at ini sudah boleh pulang. Beliau juga mengatakan, “Nanti perawat akan memberikan surat kontrol buat istri untuk ke dokter kandungan dan dokter penyakit dalam. Kalau ke saya sih ga usah dateng juga gpp, tapi ibu harus dateng ke dokter penyakit dalam yaaa.”

Setelah mengurus administrasi dan beberapa hal lain seperti menerima surat kontrol dari perawat, dll, sekitar pukul 14.00 WIB kami diizinkan pulang oleh perawat dan gelang pasien yang dipasang pada istri dan bayi pun akhirnya dilepas. Alhamdulillah akhirnya kami pulang juga 🙂

Ucapan Terima Kasih

Proses panjang selama ini tidak mungkin dapat dilalui dengan baik kecuali atas bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada bagian penutup ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  • Tentu yang pertama harus bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan Seluruh Alam. Atas berkat rahmat dan pertolongannya proses panjang ini  dapat dilalui dengan baik.
  • Keluarga kami yang memberi bantuan dan dukungan penuh, terutama orangtua kami.
  • Dr. Aditya Rangga Putera, Sp.Og sebagai dokter penanggung jawab  yang banyak membantu kami sejak awal.
  • Dr. Agus Surur As’adi, Sp.OG-KFER, program hamil dengan beliau berhasil, dan sering bertemu di RSUP Fatmawati.
  • Dr. Octaviani, Sp.Og sebagai dokter yang sering mengunjungi, mengecek, dan membantu kami selama di RSUP Fatmawati.
  • Dr. Radhiyatam Mardhiyah, Sp.PD yang sudah membantu kami sejak istri pertama dirawat di HCU, kontrol menjelang persalinan, memberi saran untuk rawat inap lebih cepat untuk persiapan persalinan, menelpon kami secara langsung dan membantu kami hingga istri dapat dirawat inap sejak Jum’at sore 16 Agustus 2019, dan bantuan-bantuan lainnya yang telah beliau berikan selama istri di RSUP Fatmawati. Mohon maaf belum dapat bertemu kembali dan mengucapkan terima kasih secara langsung, semoga suatu saat dapat bertemu kembali.
  • Dr. Rani, Sp.Og, Dr. Andro JW Karbuy, Sp.Og, dan dokter lainnya yang membantu persalinan istri sehingga istri dapat melahirkan bayi dengan selamat dan normal.
  • Unit Darah RSUP Fatmawati dan para pendonor darah yang sangat baik hati sehingga istri dapat ditransfusi.
  • Semua perawat RSUP Fatmawati yang sudah membantu kami, baik yang di HCU Bougenville maupun gedung rawat inap Teratai.
  • Semua petugas RSUP Fatmawati mulai dari administrasi, bagian apotek, bahkan security pun memberi bantuan.
  • RSUP Fatmawati secara umum yang  mayoritas dokter nya sangat hebat, baik hati, dan profesional. Perawat dan petugas lainnya walau ada beberapa yang “judes” dan terkesan “kurang ramah” tapi mereka tetap menjalankan tugasnya dengan baik. Ada beberapa bagian yang masih terkesan ribet seperti antrian rawat jalan, proses administrasi, dll, namun jika kita mengikutinya dengan sabar dan sesuai aturan, semuanya dapat dilalui dengan baik dan professional.
  • BPJS Kesehatan, walaupun kondisi BPJS Kesehatan sekarang masih belum dapat dikatakan ideal dan memiliki beberapa kekurangan, tapi harus diakui bahwa BPJS sangat membantu kami. Tidak terbayang berapa biaya yang harus kami bayar jika harus membayar sendiri, pastinya berada di angka puluhan juta. Kantong darah habis banyak, dari sini saja kalau dihargai Rp500.000,-/kantong biayanya lebih dari 10 Juta Rupiah, belum biaya rawat inap HCU, rawat inap kelas II, kelas I, biaya dokter, biaya persalinan, biaya obat dan perlengkapan infus, dll. Semoga BPJS dapat lebih baik lagi dan terus dapat membantu banyak orang.
  • Dan pihak lain yang telah membantu kami yang tidak disebut dan tidak kami sadari.
  • Terima kasih semuanya! Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan balasan yang terbaik. Aamiin.

TAMAT.

Tanggal Selesai Penulisan dan Publikasi 12 Desember 2019 (HARBOLNAS tahun ini biasa saja 😀 )

One response to this post.

  1. […] Epilog: Pasca Persalinan di RSUP Fatmawati dan Kesannya […]

    Reply

Leave a comment